Jumat, 18 Desember 2020

Mari Obrolkan Pernikahan tanpa Glorifikasi Berlebihan

Pernikahan selalu asik dalam sebuah pembicaraan, dari sudut manapun. Karena tidak semua orang telah berada pada fase ini. Dalam obrolan kaum muda biasanya, pernikahan dijadikan sebuah hal yang sangat luar biasa dan pencapaian yang tinggi.

Padahal pernikahan itu kan biasa saja, hanya sedikit berbeda karena ada orang lain yang hadir dalam kehidupan kita. Kehadiran tersebut tentunya membawa banyak perubahan baik yang sifatnya terprediksi maupun yang tidak. 

Babak baru kehidupan memang selalu membawa tantangan yang tak terelakkan. Oleh karenanya, sebelum menginjak babak baru tersebut idealnya seseorang mencari tahu, baik mencari pengetahuan dari berbagai sumber terpercaya dan pengalaman seseorang yang telah menikah.

Bagi seseorang yang telah menikah pasti mengetahui, bahwa pernikahan bukan hanya senang-senang saja namun juga bagaimana caranya hidup dengan orang lain dalam waktu yang sangat lama dengan karakter individu yang berbeda sambil berusaha memecahkan konflik bersama.

Sayangnya, pernikahan yang digaungkan di sosial media biasanya hanya berisi senang-senang, jalan-jalan, romantis-romantisan, dan hal uwu lainnya. Bukan berarti hal-hal yang menyenangkan tadi tidak terjadi dalam pernikahan, namun yang perlu diingat adalah tidak setiap hari hal tersebut terjadi juga bukan setiap saat pernikahan isinya hanya keuwuan saja.

Wah wah wah wah saya kok terlihat pesimis sekalian memandang pernikahan? Bukan sayang, saya hanya ingin ketika berbicara tentang pernikahan harus disertai dengan hal-hal logis yang mewarnai sebuah bahtera rumah tangga bukan hanya pemanisnya saja.

Memiliki teman hidup adalah dambaan semua orang, tentu saja. Nah, untuk dapat memiliki teman hidup yang tepat, tidak hanya dengan cara menerima lamaran saja namun, perlu diperhatikan banyak hal agar kita tidak salah memilih pasangan hidup. Betapa menyakitkan ketika seseorang menghabiskan hidup dengan orang yang salah.

Eeiittss... Pasangan hidup yang tepat adalah bukan tentang kesempurnaan rupa ataupun kepribadian. Namun tentang bagaimana dua individu saling menerima kelebihan dan kekurangan serta saling mendukung satu sama lain menuju keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah, wa mubaadalah. Manusia tidak ada yang sempurna itu adalah paten. Begitupun pasangan tidak ada pasangan yang sempurna yang sama sekali tidak memiliki konflik, tidak sama sekali memiliki perbedaan, ataupun masalah lainnya. 

Pasangan yang tepat adalah pasangan yang memiliki prinsip kesalingan satu sama lain dan saling berusaha untuk menjaga komitmen juga belajar menuju kehidupan yang lebih baik sedikit demi sedikit setiap harinya.

Setiap orang memiliki kriteria nya sendiri, maka definisi Pasangan yang tepat tentulah beragam. 
Disini Saya mau berbagi tentang apa saja ya hal-hal yang yang perlu diperhatikan kan sebelum mengambil keputusan untuk menuju sebuah pernikahan.

#1 Komitmen setia pada satu orang

Hal pertama yang mesti disadari adalah kita akan hidup dengan orang lain pada waktu yang lama.  Nah, setiap orang memiliki kepribadian yang unik. Kita siap gak sih buat menjalin relasi jangka panjang tersebut dengan satu orang yang sama dengan karakter yang berbeda. Apa yang harus dilakukan ketika terjadi perbedaan? Bisakah sama-sama membangun relasi yang saling membahagiakan satu dengan yang lain? Kalau terjadi selisih paham dan kesulitan berkomunikasi, bisa melewati tidak ya?. Komitmen setia harus dimiliki oleh keduanya karena, sebuah relasi adalah tanggung jawab bersama yang layak diperjuangkan dengan sekuat tenaga oleh keduanya.

#2 Menghadapi kekurangan pasangan

Hidup bersama orang lain yang berbeda tentunya akan membawa perubahan pada hidup kita sendiri. Oleh karena itu, sebaiknya kita telah mengetahui sedikitnya kekurangan pasangan yang terlihat seperti apakah dia merokok atau tidak, pemabuk atau bukan, tim bubur diaduk atau langsung dimakan?. Dari kekurangan kekurangan yang dimiliki oleh calon pasangan perlu dipilah mana nih yang bisa kita toleransi atau tidak ditoleransi sama sekali. Relasi yang kuat dibangun dari dua individu yang saling menerima. Penerimaan  

#3 Emosi dan Komunikasi
#4 Jalur Karir
#5 Finansial dan Literasi Finansial
#6 Tempat Tinggal
#7 Pembagian Pekerjaan Rumah Tangga
#8 Penerimaan Antar Keluarga
#9 Konsekuensi Lain Penikahan

(Maaf belum selesai tapi sudah setor)

Minggu, 13 Desember 2020

Anak adalah Polisi Moral terbaik



*Polisi moral terbaik adalah anak-anak (to the point pisan wkwk, gaada prolog apa, okok)*

Jadi gini, seperti orang pada umumnya, aku membiasakan anak2 buat makan dan minum sambil duduk. Lalu, suatu hari satu anak mendapatiku sedang makan es krim tapi berdiri, lalu dia menegurku, seperti aku menegur mereka. Dia berkata "Tante ya, kalo makan berdiri atau duduk ya?" 

Sontak aku langsung ingat persis seperti apa yang aku katakan pada mereka, dan mengakui "Oh iya,  maaf ya Tante ya  makannya sambil berdiri ya? Sekarang Tante ya duduk ya. Makasih loh udah diingatkan" jawabku. Dia pun tersenyum.

Trus apa hubungannya dengan anak sebagai polisi moral terbaik?

See... Anak2 menerima ajaran seseorang dengan murni dan tanpa ditambah s&k, klo kita sudah ajarkan dan contohkan minum dan makan itu duduk, maka mereka akan selalu mengingat nilai itu tanpa syarat, meski kdg anak2 lupa melakukannya Namun, anak akan mengingatnya. Anak usia 0-8 tahun umumnya memiliki nilai diri yg kuat, gak ada nego, A ya A, konsisten, gak boleh nawar.

Maksudnya gimana?
Jadi ktika diajarkan makan dan minum itu duduk, ya harus duduk gak bisa di tawar, misal sambil nyambi ngapain gitu jadinya makan sambil berdiri. Beda dengan org dewasa yg bisa memaklumi pelanggaran2 pada sbuah aturan. Makannya, kalo misalkan kita pernah ngingetin anak sesuatu, lalu nnti suatu saat peringatan itu balik ke kita. Kita ajarkan untuk menerima nasehat itu dgn cara mnerima masukannyaDan langsung memperbaiki kesalahan yang kita lakukan, itu bentuk pengajaran melalui tindakan.

Gausah kita tambah "Apa sih anak kecil, klo org gede boleh" "Kan aku lagi ngasih makan ikan juga, jadi makannya sambil berdiri" cukup dengar dan terima nasehatnya, itu bentuk menghargai dia. Dan apa yg didapat ktika kita menghargai anak? Dia akan mampu menghargai org lain juga, dia akan mendengar nasehat juga tidak mudah tersinggung ketika ada yg mengingatkan dirinya.
Anak perlu contoh gais bukan kritikus.

"Lah, trus kapan dong anak akan belajar memaklumi kesalahan?"

Pada dasarnya, semakin anak berkembang usianya, otaknya akan berkembang pula, yang tadinya belajar melalui apa yang dia lihat dan dengar (tahap operasional concrete), semakin bertambah dia mampu belajar ttg apa yg tdk dapat dilihat dan didengar (operation formal). Nnti anak akan memahami bahwa suatu aturan terkadang memiliki fleksibilitas dan tingkat kompromi. Di masa itu, anak akan mengerti bahwa terkadang aturan tdk selamanya baku, bisa berubah (Bahasanya masih ribet ya? :( )

Itulah pentingnya mendidik anak sesuai usia perkembangannya, biar pas. Knpa? Biar anak memiliki karakter kuat dan stabilitas diri yang baik. Biar anak tau aturan dan bagaimana bersikap di lingkungan masyarakat. 

Ku kasih cntoh lg ya:
Jd suatu hari, aku sdang bermain dngan ponakan, lalu tiba-tiba turun hujan, auto kan gak mikir pake sendal siapa buat angkatin jemuran. 
Nah, ktika aku mmakai sendal orang lain (meski milik kakak) dia brkomentar "Kok, Tante ya pake sendal orang lain? Kan punya sendal sendiri?"

Aku pun jawab "Oh iya ya, harusnya tadi pakai sendal sendiri :(, masalahnya tadi buru-buru jadi gk liat pake sendal pnya siapa :(  Apa Tante ya perlu minta maaf ke om ___?" Anak diam sebentar dan menjawab "Iya, bilang ya hujannya udah duluan sih", akhirnya aku minta maaf ke kakak (yg tentu saja mmaafkan wkwk) mendapatkan jawaban itu aku bersyukur, artinya nilai kepemilikan sudah tertanam dan dia tidak akan melanggarnya kcuali ada hal mendesak. 

Masak sih anak bgitu? Di aku engga ah, dia gak tau aturan. Eits.. tunggu dulu, sbelumnya dibiasakan gak? Dicontohkan gak?

Perilaku anak adalah cerminan lingkungan terdekatnya, klo lingkungannya kondusif, maka kepribadian anak pun akan kondusif (kcuali ada kbutuhan khusus, ini beda lagi ya). 

Perilaku anak adalah cerminan lingkungan terdekatnya, klo lingkungannya kondusif, maka kepribadian anak pun akan kondusif (kcuali ada kbutuhan khusus, ini beda lagi ya). 

Anak adalah pengingat kuat, peniru ulung, dan petualang sejati.

Tindakan yang ditampilkan dalam keseharian, akan menjadi pengajaran bagi anak untuk bersikap dalam kesehariannya pula. Pernah dengar kata filsuf "Suara anak = suara Tuhan" karena ia lahir dari kemurnian hati seorang manusia.

Kehati-hatian dalam bersikap adalah Ajaran dasar. Kalau anak terbiasa hati-hati, mereka tdk akan smena2 pada diri maupun makhluk lainnya. Punya cerita yg ingin didiskusikan?

(Trus, klo anaknya udh biasa gak taat aturan, gak dikenalin ini itu dsb gimana? Butuh bahasan utuh tersendiri supaya komprehensif) 
Sekian caprukanku.


#randommidnightSW today. 
#HanyaTayangTengahMalam
#SepenggalKisah

Senin, 07 Desember 2020

Jadi orang sok sibuk? Apa rasanya? (Catatan 12 Juli 2020)

Halo Bders, tak terasa aku sudah ada di tingkat akhir perkuliahan. Rasanya segala urusan saat ini berada di puncaknya. Jadwal kuliah yang tetap padat, diselingi KKN yang kian merapat juga dan lain tugas akhir yang semakin dekat.

Selain itu, amanah di organisasi yang masih dimandatkan kepadaku, menjadi pelengkap kesibukan di akhir perkuliahan.
Sudah begitu, banyak komunitas yang sangat menarik hati untuk diikuti kegiatannya.

Senin hingga Jumat, jadwal kuliah Sabtu Minggu jadwal webinar. Tak ketinggalan menjalankan hobi mengikuti kuis dan giveaway di sela-sela waktu. Bermain bersama anak-anak dekat rumah juga jalan ninjaku yang lainnya.

Kadang aku bertanya kembali pada diri, kesibukanku ini sudah ada di jalan yang benar belum ya? Prioritas yang aku jalankan sudah sesuai belum ya?

Pengaturan waktu yang terlihat baik, meski kenyataannya tak sebaik rencana. Tugas belum selesai, sudah ikut giveaway, buku belum selesai dibaca, sudah bolak-balik buka WA. 
KKN belum kelar, pikiran sudah bercabang terkait keberlanjutan proker yang harus kelar juga.

Menemani anak-anak untuk belajar seraya bermain, sangat berkurang. Biasanya, setiap hari pukul 19.30-21.30 anak-anak rutin main di rumahku. Untuk membaca buku, mengerjakan PR bersama, bercerita, diskusi ringan juga berdoa untuk keselamatan. Namun kini, aku lebih banyak melakukan zoom-zooman juga gmeetan hingga malam. Rutinan jadi gak kebagian :(.

Aku tidak tahu, poin apa yang ingin aku sampaikan pada postingan kali ini. Kalau dirunut dari judul, Aku seharusnya bercerita tentang perasaan. Okay, perasaanku setiap harinya sedikit kacau. Berasa banyak sekali tugas yang harus dikerjakan, namun semangatnya kian hari semakin padam. Dulu ku kerjakan tugas dengan prinsip do the best. Namun sekarang, prinsipnya yang penting selesai :(. Sedih sih, ngerjain tugas selalu terpacu deadline. Sekalinya rajin, ada yang error. Pembelajaran daring ini membuatku terlalu nyaman. Nyaman untuk rebahan, nyaman untuk mendengarkan, nyaman untuk mengapresiasi tontonan. Namun, perlu usaha lebih untuk memulai mengerjakan tugas yang memerlukan keaktifan. Rasanya menyenangkan sekaligus membingungkan. Senang karena waktunya fleksibel, bingung harus mulai dari mana dulu tugasnya. Meski akhirnya selesai, jarang sekali yang memberikan sensasi seperti aku memenangkan giveaway. 

Meski dengan segala campur aduk perasaan terhadap berbagai kesibukan, mau gak mau, kita semua harus tetap bertahan demi masa depan. Memangnya apalagi pilihan selain bertahan dan berjuang?

Dibalik itu, banyak juga kebaikan yang dirasakan. Meski kuliah dilakukan sendiri di rumah, nyatanya teman-teman selalu ada ketika timbul permasalahan.

Mari akhiri tulisan ini dengan nyanyi bersama lagu hits Bondan Prakoso berjudul Ya sudahlah. Yuk sama-sama yuk!

Ketika mimpimu yang begitu indah
Tak pernah terwujud, ya sudahlah
Saat kau berlari mengejar anganmu
Dan tak pernah sampai, ya sudahlah, hmm

Apapun yang terjadi
Ku 'kan selalu ada untukmu
Janganlah kau bersedih
'Cause everything's gonna be okay


Thank you..

Jumat, 04 Desember 2020

Filosofi Tanjakan Curam: Hati-hati dan Sabar dalam Masalah


[Ketika Menemui Jalan Curam] 

Setiap kali bertemu jalan curam, aku selalu berpikir "Hmmm.. ini nnti turunnya gmna dah?" "Duh... Takut jatuh, jalannya keliatan sangat licin" "Alah siah masih jauh bat". Hal ini membuatku berhenti sejenak, menimbang-nimbang apakah lanjut atau tidak, apakah mencari jalan baru yang lebih landai namun lama? Lalu kulihat orang lain, menaiki tanjakan curam itu dengan perlahan dan hati-hati. Lantas, Aku memutuskan "Okay, let's do it".

 Terkadang ada banyak hal sulit yang sebenarnya mampu kita lewati, namun sayangnya rasa takut kita kadang lebih dulu menghantui, berpikir jalan pulang namun lupa berpikir bagaimana bertahan dan melewati tanjakan curam itu. Ya, tak selamanya tanjakan curam itu aman, makannya kita mesti hati-hati dan sabar dalam setiap langkahnya, kalau jatuh? Itu menyakitkan, tapi hei.. kau tidak sendirian, akan ada yang menolongmu.   So? Apa pesannya? Jadi,, kalau menemui masalah sulit, jangan menghindar, hadapi saja yang penting tujuan jelas.


Adapun rasa takut, biarlah tetap ada. Rasa takut, kadang bisa menjadi teman agar kita lbih hati-hati dan mempersiapkan diri akan kemungkinan terburuk. Gak kok, gak perlu diusir rasa takutnya, jadiin aja temen. Karena rasa tidak dapat diatur, tapi tindakan ketika rasa tersebut muncul, itu yg bisa diatur. 

Adapun rintangan, pasti ada makannya perlu hati-hati dan sabar agar tak terperosok. Kalaupun sudah hati-hati dan sabar namun tetap jatuh, ya namanya ujian, maka jangan lupa bangkit lagi dan gausah sungkan minta tolong, kita makhluk sosial. 

Kalo kata Tokped, mulai aja dulu.

Dan yang paling penting adalah kira punya ALLAH SWT yang akan selalu siap dan bisa diandalkan untuk dimintai pertolongan bagi hambaNya yang berusaha maksimal dan berserah diri padaNya