Minggu, 03 Januari 2021

Ada hal lain yang penting diperhatikan sebelum menuntut anak bisa membaca simbol aksara.

Halo! Selamat datang di #RandomMidnightSW. 

Kali ini aku akan cerita tentang  "Kemampuan Membaca" pada anak-anak.
Jadi gini, ceritanya aku menemukan beberapa/sebagian besar anak usia SD (kelas 1-3) mereka dianggap bisa 'membaca' karena dapat membacakan buku cerita yang ada namun, ketika aku meminta untuk menceritakan kembali atau menanyakan terkait cerita yg ada di buku tersebut, anak2 menggeleng tidak tahu dan tidak mengerti apa yg mereka baca. 

Aku sedih melihatnya, namun bukan berarti kita perlu menghardik anak, tetap apresiasi smbil membacakan ulang crita tersebut, lalu kembali di tanyakan apa ya isi cerita tadi? Kali ini, mreka pnya jwaban.


Perlu kita sepakati bersama, bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan anak mengkorelasikan huruf dengan kata dan mengetahui makna dan informasi yang disampaikan bukan hanya sekedar mampu "Membunyikan Huruf" menjadi suatu kalimat tanpa tahu maknanya.

Okay, jadi ternyata kebanyakan anak-anak hanya pd tahap "Membunyikan huruf" belum pada tahap "Membaca". Lalu, mmangnya kenapa kalau anak hanya sampai pada kmampuan mmbunyikan huruf bukan smpai mmbaca? Coba saya uraikan ya. Slama sekolah, kita akan banyak menemui literatur2 yang membutuhkan kemampuan kita dlm mmbaca dan menangkap informasi baik melalui buku ataupun yang disampaikan oleh guru, etc?

So, jika mereka hanya sampai pada tahap mampu "membunyikan huruf" tanpa memahami maknanya, sangat memungkinkan anak akan kesulitan mengikuti pembelajaran di sekolah karena anak tidak dapat mengerti, informasi apa yang dia dapat dari membaca, instruksi apa yang dimaksud oleh guru. Ketika anak merasa dirinya tidak mengerti, maka besar kmungkinan pula anak akan mengalami keterpaksaan membaca literatur sekolah meski dirinya tak paham, karena tak paham maka nilai akademisnya pun biasanya buruk, karena nilai akademis yg buruk, anak mungkin Skali mndapat label "bodoh", akhirnya dia tidak suka kegiatan membaca/belajar karena dia tidak paham dan merasa tidak mendapatkan manfaat apapun dari kegiatan tersebut.

Hingga akhirnya, mereka tumbuh sbagai orang yg percaya bahwa  dirinya "bodoh" karena tdk dpt memahami pelajaran. Puncaknya, mereka menjadi tidak suka belajar, karena tidak paham dan belajar adalah kegiatan yg membosankan skaligus membingungkan bagi mereka.  Kalau sudah begitu, bagaimana cara kita menanamkan kegemaran belajar pada anak untuk terus belajar sepanjang hayatnya?.
(Lho tadi kan bahas membaca, kok skarang jdinya belajar sih? Ya, suka-suka dong wkwk).
Jd gini gais, salah satu kunci seseorang dapat memahami dunia adalah dgn membaca (bukan cuma membunyikan huruf, tapi juga ttg penangkapan

Makna fenomena/kjadian yg terjadi di sekitarnya ataupun informasi yg disampaikan kepada dirinya. Anak2 yg mmiliki kmmpuan membaca (paham makna kata) akan lebih mudah menerima dan menyerap informasi yang disampaikan kepadanya dan itu berkolerasi positif terhadap kemampuan dirinya dalam belajar. (Learn is skill, thats' need practice all the time)  mnurut KBBI, belajar adalah suatu usah untuk memperoleh kepandaian/ilmu. Bayangkan, bagaimana mungkin anak akan gemar belajar, ketika dia kbingungan/ ksulitan mmahami proses belajar (mndapatkan ilmu)? Bagaimana mungkin anak akan tertarik untuk belajar, jika yg mreka rasakan adalah kebosanan dan ktidakberdayaan? Prasaan tsb tntu bukan hal menyenangkan

Dan sberapa kuat sih kita bertahan melakukan hal yg tdk menyenangkan terus menerus? Trus dmn nih letak salahnya? Yakni ada pada pemahaman umum ttg 'blajar' dan mmbaca  itu sendiri. Sringkali, kgiatan belajar dipahami sebagai kgiatan serius yg mengharuskan anak untuk bergelut dengan angka dan huruf tanpa boleh bermain-main. Iya gak?.
Mmbaca biasanya dipahami sbg kmampuan anak 'membaca' lebih tepatnya mmbunyikan huruf mnjadi kalimat, tanpa peduli mereka paham/tidak terhadap apa yg dbacanya, mmbaca hnya dkaitkan dgn plajaran dan dtujukan utk memperoleh nilai ujian yg bgus. Ckup bisa itu, anak dianggap sudah mampu membaca, kita sampai lupa esensi membaca adalah "Pemahaman" "Melek" makannya membaca adalah salah satu bentuk "Literasi". 
Trus, proses apa dong yg perlu diperbaiki supaya anak bisa membaca "paham"?

Nah, ini yg menarik. Jadi gini, kita tau kan klo setiap hal ada prosesnya, mau masak tempe goreng misalnya, ada proses di potong dulu tempenya, di masukan bumbu supaya enak, lalu baru di goreng smpai matang, lalu ditiriskan. Dan akhirnya kita makan (alamat lapar dini hari ini mah).

Cba perhatikan proses goreng tempe tadi, prosesnya berisi
Pra-penggorengan, penggorengan, dan Penirisan (pasca penggorengan).

Bayangin, kalo tempe langsung digoreng tanpa dipotong atau dibumbui, apa jadinya? Enak gak? Bisa dimakan gak? Gorengnya rata gak? Ada rasanya gak? Atau tempenya bisa jadi matang, tapi hanya permukaan dan kmungkinan besar rasanya hambar.

(Sebuah analogi tempe goreng, uhuy~~)

Ini sama persis dengan proses membaca/proses belajar lainnya. Fenomena yg terjadi secara umum di sekitar kita adalah, anak langsung dicekoki kegiatan 'membaca' huruf-huruf, tanpa memperhatikan kesiapan diri anak (membaca secara teknis). Kita lupa bahwa ada proses penting sebelum anak belajar membaca, yakni proses 'pra-membaca'. Eh ada ya? Ya adalah Bambang, goreng tempe aja ada pra-penggorengannga dulu, ya masa didik anak ujug2 :", anak juga manusia lho (lha kok malah jd ngomel, oke lanjut!). Apa aja sih proses pra-membaca? Yaitu proses stimulasi yg diberikan kepada anak sbgai peletakan dasar anak memahami suatu bacaan. Salah satu aktivitas pra-membaca adalah berbincang, membacakan buku

Cerita, dan lain sebagainya. 

(Hutang pembahasan nih, pengen nerusin ini tapi tugas lain sudah melambai, daaah... Ditinggal dulu, kalo berminat berdiskusi ttg tmbuh kembang anak, I'm welcome, kita ngobrol bareng dan sama2 belajar ttg ini)

Baca versi lengkap di blogkudewek.blogspot.com (soon)
 
Sampai jumpa di random midnight SW lainnya.

(Ku post dulu saja, semoga bisa dimengerti) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar