Selasa, 26 Desember 2023

Serba serbi PGPAUD: Gerakan Muda Sadar Parenting


 

Duh.. kok aku takut ya jadi orang tua"

"Jadi orang tua sepertinya banyak salah ya"
"Pusing, kalo harus ini itu, dah lah mengalir saja"

Menjadi orang tua adalah suatu pekerjaan yang sulit dan melelahkan.

Saya belum pernah menjadi orang tua, namun saya pernah menjadi anak.

Memasuki usia 20, saya banyak melihat banyak orang tua yang begitu berjuang dan rela bersusah payah demi menghidupi anaknya.

Memenuhi kebutuhan anak lahir dan batin pasti tertanam pada setiap orang tua yang bertanggung jawab.

Pun begitu, setiap orang tua pasti mengusahakan yang terbaik untuk anaknya. Itu hal yang saya yakini hingga saat ini.

Itulah mengapa, meski kita sebagai anak, terlahir di keluarga yang mungkin belum menerapkan pola asuh yang 'Ramah Anak' atau yang parah hingga 'Toxic' kita tetap menghormati dan mengasihi orang tua kita sebaik-baiknya.

Mengapa? Zaman kita dan zaman mereka berbeda. Wajar, bila pola pengasuhan yang dijalankan masih menggunakan metode 'warisan' turun temurun yang cenderung konservatif dan mengikuti insting sebagai orang tua saja.

Hal tersebut juga didukung dengan akses kepada 'ilmu parenting' yang masih sulit dan belum dianggap sebagai sesuatu yang bisa dipelajari sebelum memiliki anak.

Nah, kita sebagai generasi yang lahir di zaman serba mudah, akses informasi yang beragam dapat memutus mata rantai pola asuh yang 'konservatif' menjadi lebih demokratis.

Apa itu? Yaitu pola asuh yang melibatkan anak sebagai subjek pendidikan bukan objek pendidikan. Jadi, keberadaan anak diakui sepenuhnya sebagai subjek manusia Utuh yang memiliki perasaan, dan pilihan atas tindakan yang diberikan kepadanya.

Tugas orang dewasa, yaitu memahami bagaimana bentuk komunikasi yang dapat diterima anak sesuai dengan perkembangan jiwanya.

Bila, anak-anak memiliki kekuatan atas tindakan di hidupnya. Maka, sudahlah penuh dia mengenal diri, mampu menolong diri dan mungkin mampu menolong orang lain diluar dirinya.

Segala apa yang ada di Bumi disiapkan dengan ilmu memahaminya.

Tak terkecuali pendidikan dan pengasuhan untuk anak. Biasa dikenal dengan parenting.

Anak merupakan anugerah sekaligus amanah dari yang Maha Kuasa.
Dia Indah sebagai anugerah namun jangan lupa kita berkewajiban untuk menjaganya sebagai bentuk tanggung jawab kita terhadap amanah dari yang Maha Kuasa.

Pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun non-fisik perlu diusahakan sebaik-baiknya oleh orang tua.

Wah berat sekali ya rasanya?
Iya, memang berat.

Namun sekali lagi, setiap ada kesulitan selalu ada kemudahan.
Setiap tantangan pasti ada ilmu untuk mengatasinya.

~Ah, masih jomblo nih kok sudah ngobrolin parenting mulu, nanti ajalah kalo punya anak, biar learning by doing!

Ya mumpung masih jomblo, punya banyak waktu buat belajar apapun. Saat punya anak, apalagi bayi, saya rasa untuk membuka buku saja perlu curi-curi waktu disela aktivitas lainnya. Beuuh.. lebih capek bestie!

Learning by doing memang salah satu metode pembelajaran yang dpt kita gunakan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan pengasuhan yang dilakukan dengan learning by doing tanpa ada bekal sebelumnya lebih banyak memberikan dampak negatif pada perkembangan anak.

Tak jarang, anak pertama biasanya menjadi korban salah asuh dari orang tua karena mengaku masih 'belajar' dan meraba ilmu mendidiknya. Syukur, bila orang tua memiliki kesadaran belajar dan memperbaiki diri. Bila tidak? Ya, akan terjadi berulang pada anak berikutnya. Sedih ya?

Maka, sebaiknya Learning by doing dijadikan metode terakhir ketika kita sudah belajar sesuatu sebelumnya dari para ahli ataupun pengalaman orang lain.
Dengan belajar parenting lebih dini, setidaknya kita memiliki banyak referensi tentang cara menghadapi anak saat proses pendidikannya.

Karena sejatinya, mendidik anak adalah mendidik diri sendiri.
Anak juga cermin diri
Apa yang kita katakan, dan lakukan
Itulah yang kita ajarkan pada anak.

"Didiklah anakmu, minimal 20 tahun sebelum ia lahir ke dunia"

Artinya apa? Didiklah diri kita dulu untuk menghadapi diri kita sebagai anak dan juga mendidik anak nanti.

Semoga anak-anak Indonesia mampu menjadi manusia yang bermanfaat bagi Diri, Agama, Nusa dan Bangsa adalah doa yang terpanjat dari orang tua, dan tentu orang tua juga idealnya mengusahakan hal tersebut dengan memberikan anak jalan untuk dapat bermanfaat dalam kebaikan.


Karena parenting bukan hanya ilmu untuk menjadi orang tua namun juga menjadi anak.

Serba serbi PGPAUD: Dasar Komunikasi dengan Anak usia dini


 


Tempo hari saya melihat video anak yang meminta ibunya utk berbicara lembut padanya, link: wajibbaca.com on Instagram: “Petik hikmahnya.. . Buat Para Pria: Lembutlah pada wanita, dari sejak kecil aja perempuan itu gak mau dikasarinšŸ¤— . . Buat orang tua: Anak…”

Nah sebenarnya gmana sih komunikasi yang efektif dengan anak usia dini? Okay, sbelumnya kita spakati AUD yg dimaksud disini adalah usia 0-8 tahun (batasan usia AUD versi UNESCO).

Proses komunikasi: Komunikator (penyampai pesan) - isi pesan/informasi - media komunikasi - komunikan (penerima pesan). Jadi singkatnya, komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu. Sehingga orang lain mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai informasi. (HG, prezi).

Nah, teknik komunikasi efektif pada anak, sebagai berikut:

1. Eye level 

Saat bicara dengan anak, usahakan mata kita dan anak sejajar, hal ini merupakan bentuk penghargaan yg menjadikan anak merasa dihargai keberadaannya. Selain itu, melatih fokus anak atas apa yang akan dibicarakan.

2. Bersuara lembut

Pakailah suara lembut, karena anak merupakan pribadi yang memiliki jiwa yg lembut dan penyayang (dasarnya), bila kita menyampaikan informasi namun dgn nada membentak, dipastikan bentakannya yang diingat lebih dalam oleh anak bukan pesannya.

3. Nada gembira

Anak adalah pribadi yang riang, jadi saat bicara dengannya jgn serius2 amat nadanya cuy, santuy dan sesekali diselingi candaan. Gak datar juga, prinsipnya kita yg menyesuaikan nada bicara anak.

4. Pujian

Anak menyukai pujian, pujilah hal-hal baik yg dilakukan, sesuai dgn porsinya. Pujilah dgn tulis, karena hal itu akan membuat pujian kita istimewa, bukan hanya skedar gombal belaka.

5. Topik dan diksi

Kita bisa membahas topik apapun (disesuaikan dengan usia), tapi diksinya harus sederhana dan mudah dicerna anak, dan lebih penting lagi bukan hal-hal abstrak yg membutuhkan pmikiran berat.

6. Kejujuran dan fokus pada anak

Jawab pertanyaan anak dgn jujur dan fokus pada anak dgn tdk membandingkan dirinya dgn org lain, krna akan memunculkan rasa minder dan tidak PD dengan dirinya.

7. Jadi pendengar yang baik dan tanggapi ceritanya dengan antusias

Dalam bercerita, anak sangat mengharapkan perhatian dari sekitarnya, dengarkan dia dan tanggapi dengan antusias supaya dia lebih bersemangat dalam bercerita, misalnya dengan bertanya kelanjutan ceritanya.

Intinya, dalam berinteraksi dgn anak kita yg harus cba mmasuki dunianya, karena kita pernah jadi anak-anak, tapi anak-anak blm pernah seusia kita, gali empati ketika kita masih anak-anak. Dunia mereka memang penuh fantasi, jd jgn heran kalau ceritanya kdg diluar keadaan sbnarnya.

Jangan lupakan juga 5 kata ajaib (Salam, Permisi, Maaf, Tolong, dan Terimakasih) untuk pembiasaan kita dan anak dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial.

7 hal diatas tadi merupakan dasar yg didapat dari matkul Komunikasi dalam PAUD. Semoga bermanfaat.

Serba serbi PGPAUD: Jurusan kuliah yang sering dipandang sebelah mata

 




"Didiklah anakmu, minimal 20 tahun sebelum ia lahir di dunia" Suatu kutipan yang saya lupa sumbernya, namun menancap dalam hati saya dan membuat saya semangat untuk mendidik diri agar dapat mendidik dengan baik anak-anak di masa depan nanti, karena jika 20 tahun sebelum anak lahir maka artinya, didiklah diri kita sendiri agar dapat menjadi pendidik yang terdidik di masa nanti sejak masih dini.

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pndidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pengertian tersebut berdasarkan UU SISDIKNAS No. 20 th. 2003 pasal 1 ayat (14). Siapa sih anak usia dini itu? Yaitu anak yang masih berusia dini, rentang usia di Indonesia yakni dari 0-6 tahun sedangkan di beberapa negara, rentang usia Anak usia dini yang digunakan yakni usia 0-6 tahun mengikuti standar UNESCO.

Banyak yang mengira bahwa PAUD merupakan jenjang pendidikan sebelum TK. Padahal sebenarnya TK merupakan salah satu dari layanan PAUD di jalur Formal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar.

Jadi yang sering PAUD yg dianggap jenjang pendidikan sbelum TK yang sering disalahpahami, mungkin dimaksudkan untuk menyebut layanan POS PAUD, namun masyarakat mengingatnya sebagai PAUD saja, karena lebih sederhana untuk diingat.

Lalu, apa gunanya PAUD? Emang perlu ya smpe menempuh pendidikan tinggi untuk jadi guru PAUD? Trus PGPAUD tuh bisa jadi apa aja sih? Emang ga takut miskin kalo jadi guru paud?

Yuk kita bahas sama-sama, dimulai dari Fungsi dan tujuan PAUD itu sendiri (Lihat di gambar ya!).

Dapat dilihat fungsi PAUD itu sangat krusial karena berhubungan dengan peletakan dasar (pembangunan pondasi) seorang manusia. Bila manusia diibaratkan seperti tanaman, maka PAUD setara dengan proses pembibitan yang mana hasil tanam sangat bergantung pada proses pembibitan di masa awal kehidupan tanaman. True?

Maka, begitu pentingnya merawat fitrah/potensi diri anak untuk masa depannya, hal-hal  yang ditanamkan pada PAUD idealnya adalah pembentukan karakter seorang anak agar memiliki konsep diri yg positif agar dapat bertumbuh menjadi pribadi yang positif dan mampu memberikan dampak positif bagi diri dan lingkungannya. Sehingga, setiap elemen sosial memiliki tanggung jawab terhadap pertumbuhan anak terutama Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Mari kita bahas satu persatu elemen sosial pembentuk karakter anak.

Keluarga adalah Penyelenggara PAUD yang pertama dan utama  sebagai lingkungan awal yang dikenal dan pasti dialami oleh anak bagaimanapun bentuk keluarganya. Memiliki bekal parenting atau ilmu pengasuhan anak akan sangat berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan anak agar sesuai dengan kebutuhan.
Meski tidak ada pakem khusus tentang jenis parenting terbaik untuk anak karena setiap anak memiliki karakteristik yang unik sehingga memberikan kesempatan pada orang tua untuk mengenal metode dan cara apa yang sesuai dengan kebutuhan anaknya. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih metode pengasuhan adalah Tentukan tujuan pendidikan anak, dan sesuaikan dengan situasi dan kondisi keluarga. Mengapa penting menentukan tujuan pendidikan anak? supaya kita dapat mengefektifkan waktu terhadap pengambilan keputusan yang mendekati tujuan, sebagai patokan ketika diperlihatkan berbagai pilihan metode-metode parenting. Tujuan akan berpengaruh pada metode dan apa saja yang boleh dan tidak boleh ditoleransi pada proses pengasuhan. Tidak adanya tujuan utama dalam pendidikan anak dapat mengaburkan fokus dalam usaha memberikan pendidikan terbaik terhadap anak. Bayangkan saja, misalnya kita ingin pergi ke Yogyakarta, tentu pemilihan kendaraan menuju Yogyakarta disesuaikan dengan kemampuan kita apakah naik pesawat, mobil, motor atau kendaraan lainnya, apakah jalur darat, udara, laut yang terpenting tujuannya jelas. Nah, sekarang bayangkan pendidikan tanpa tujuan, hanya akan berlayar tak tentu arah dan mudah terbawa angin. Beruntung bila angin mengarahkan pada jalan yang benar, namun jika angin mengarahkan pada jurang kehancuran, apa jadinya? Hanya menjadi abu tanpa jejak kebermanfaatan.

Begitulah kiranya, idealnya ketika kita dengan sadar berniat untuk membangun sebuah keluarga, artinya kita pun mesti sadar akan persiapan-persiapan berlayar mengarungi samudera kehidupan dalam bahtera keluarga, termasuk didalamnya mempersiapkan pendidikan dasar terbaik untuk anak, kesiapan untuk memahami anak, kesiapan untuk mau belajar memperbaiki sikap diri dan bertekad untuk menjadi orang tua betulan dan bukan kebetulan menjadi orang tua.

Menjadi orang tua betulan, maka harus siap belajar setiap waktu untuk menuntut ilmu. Selain itu,  dalam tiap proses kehidupan, usahakan selalu menjadikan Ilmu sebagai kendaraan menuju tujuan yang kita harapkan tak lupa pula kuatkan iman untuk membentengi diri dari tiap godaan yang menjauhkan kita dari tujuan. Adapun, jika kendaraan tersebut tidak mampu mengantarkan pada tujuan yang diharapkan, maka hal tersebut diluar kuasa kita. Do the best and God will do the rest.

Lingkungan yang kedua adalah sekolah atau lembaga pendidikan. Idealnya pada pendidikan anak usia dini bukan penguasaan materi pelajaran scara harfiah yang dicapai dalam lembaga PAUD. Namun, bagaimana membangun kesadaran anak terhadap diri dan lingkunganny serta memberikan stimulus untuk pengoptimalan fungsi aspek perkembangan jasmani dan rohani yang akan sangat berdampak pada penumbuhan karakter diri anak. Mengajarkan kemampuan membaca pada anak mungkin hanya butuh 3 bulan saja, namun menanamkan karakter butuh waktu lebih lama dan kesabaran yang lebih besar. Dalam kurikulum 2013 PAUD yang berlaku saat ini, pembelajaran dikemas dalam kerangka tematik yang berprinsip mengenalkan anak pada lingkungan terdekatnya yakni diriku, keluargaku, lingkunganku, binatang, tanaman, kendaraan, alam semesta, negaraku.

Misalnya, guru mengajar dengan tema Rumahku subtema ruang tamu, pembelajarannya penataan ruang tamu. Melalui pembelajaran tersebut, idealnya guru berfokus pada bagaimana kemampuan anak saat memegang sapu, seberapa lama anak mampu membawa gelas berisi air tanpa tumpah, juga nilai moral yang dikembangkan saat berhadapan dengan orang lain. Sederhana memang kelihatannya, tapi coba deh pikirkan kalau anak sudah mampu melakukan kegiatan sederhana sejak dini, maka akan lebih mudah dalam menghadapi tahapan dan tantangan kehidupan selanjutnya.

Lingkungan yang ketiga yakni masyarakat. Masyarakat merupakan tempat bagi anak untuk mencari pengakuan peran sosialnya, hal ini dimulai dari kegiatan bermain bersama teman di lingkungannya. Idealnya, masyarakat yg ramah terhadap anak berkorelasi positif pada perkembangan sosial-emosional anak. Saya pernah membaca kutipan "Need a good village to raise a good child" . Sehingga pembentukan karakter merupakan tanggung jawab besar di PAUD. PAUD bukan tentang secepat apa anak bsa membaca, menulis dan beritung, tapi bagaimana mereka mengenal dirinya, memiliki empati utk menghargai orang lain, dan menerima adanya perbedaan.

Guru PAUD harus kuliah? Sdikit cerita, berawal dari anime favorit (Naruto) saya mulai penasaran bagaimana pengalaman masa kecil memiliki pengaruh sangat besar atas jalan hidup yang dipilih saat dewasa. Bagaimana sebuah pengakuan dapat mengangkat harga diri seorang anak? Bagaimana pengaruh guru dan lingkungan pada anak. Bagaimana bisa Naruto, anak yang dicap nakal yg sebenarnya baik dan tetap baik meski disakiti terus menerus oleh lingkungannya, apa dan siapa penguatnya? Dan satu persatu kumpulan pertanyaan tersebut terjawab di perkuliahan melalui berbagai cara, baik saat tatap muka, observasi, UKM, dan sebagainya. Jadi kuliahlah dengan tulus, meski gak rajin2 amat yg terpenting kita terus mencoba utk bersungguh-sungguh mencari ilmu dan mengamalkannya.

So, guru PAUD perlu kuliah gak? Menurutku sangat perlu, karena kuliah itu untuk membentuk pola pikir bukan sekedar jalan menuju pekerjaan. PGPAUD bisa jdi apa? Ya apa saja? Kita mau jadi apa? Kita mau Istiqomah di bidang apa?

Memang masih banyak kekurangan dalam penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia khususnya jenjang PAUD. Namun, kita dapat ambil peran dalam PAUD. Sebagai kakak, bibi, guru, tetangga, masyarakat yang ramah terhadap kehadiran anak-anak, mendengarkan suaranya, memperhatikan haknya, mempercayai dirinya untuk melakukan sesuatu serta mengarahkannya di jalan yang benar. Demi mewujudkan cita mulia tersebut, semuanya mesti dimulai dari diri sendiri, dimulai sekarang bukan nanti.

Tidak peduli sekecil apa perubahan yang bisa dikontribusikan untuk pembangunan peradaban negeri ini, yang terpenting berusahalah untuk menjadi bagian dari solusi sebelum kita mati. Karena, bila kita bukan bagian dari solusi, maka kita lah masalahnya.

Seriously, if you do something with love, it will be good things in your life.

Penutup tulisan ini, izinkan saya menuliskan motto yang selalu disampaikan berulang oleh dosen  pedagogik saya semasa kuliah.

"Rajinlah belajar, jadilah yang terbaik! Indonesia membutuhkanmu!"

 


Nasehat sang Ibunda

 


Tentang Angka, mau dan mampu.

Ibuku pernah menitip pesan, meski bukan dari lisannya
mungkin lewat doanya, tapi pesannya sampai padaku, kira2 begini:

"Nak, bagaimana pun keadaannya, yang namanya pendidikan harus terus diperjuangkan, jangan berhenti karena ada halangan, majulah, InshaAllah ada jalan entah dari jalan yang kau perjuangkan ataukah dari jalan yang Allah pilihkan karena hanya dengan ilmu, jalan terbaik menuju kemuliaan"

Kusimpan erat pesannya dalam ingatan, tak sadar ternyata hal tersebut jadi settingan dalam diri yang terinstall bagai pondasi dalam tiap keputusan.

Suatu hari, kuputuskan untuk mencoba mengembangkan pikiran lewat bacaan.
Tak disangka, ternyata jadi hobi yang berkelanjutan.

Sampai tiba saatnya, Aku bercita-cita untuk dapat memiliki perpustakaan pribadi untuk dapat dimanfaatkan sebagai media peningkatan literasi di negeri ini (InshaAllah).

Awalnya ku merasa ragu, bagaimana bisa memiliki koleksi buku yang bermutu dengan segala keadaan yang mungkin belum mendukung sampai kesitu.

Namun, percayakah? Tahun lalu, kuputuskan untuk membeli satu paket buku anak-anak yang jika diangka kan seharga hp android dengan kamera 32mp dan kapasitas memori 3/32gb.
Meski harus membayar berkala tiap bulannya sampai lunas InshaAllah di bulan ke 10.

Setiap bulan, kusempatkan membeli beberapa buku untuk dibaca dan direnungkan, meski nyatanya masih ada yang belum tersapa isinya, karena masih terbungkus rapih.

Jika diangkakan, bisa untuk dp awal motor di dealer di angka terendahnya.

Pertanyaan yang seringkali terlintas, "Hm.. kok bisa ya?"
Meski aku berkeyakinan bahwa Allah SWT akan mencukupi segala kebutuhan kita, dan bukan gaya hidup kita dengan rezekiNya. Tetap saja, bagiku ini terlalu ajaib, meski bagi Allah SWT ini mungkin hanya hal receh saja.

Lalu, apa yang ingin disampaikan melalui tulisan ini?

"Nyatanya, pendidikan/pengembangan diri bukan saja untuk kalangan yang mampu, tapi utamanya untuk kalangan yang *mau*, karena yang mampu belum tentu mau, dan yang mau biasanya InshaAllah dimampukan oleh Allah SWT"

Maka, jika punya mimpi, mulailah dengan langkah yang kita bisa, meski hanya setapak saja, niscaya Allah SWT akan tunjukkan jalan selanjutnya, selagi yang dituju adalah RidhoNya.
Bukankah mengoptimalkan segala potensi yang telah diberi olehNya adalah wujud syukur paling nyata dalam menyadari segala nikmatNya?

"Just do the best, Allah SWT will do the rest"

Meski diriku masih jauh dari kata "Mimpi yang terwujud" namun apa salahnya mensyukuri segala proses hingga hari ini. Semoga Allah ridhoi dan mampukanku untuk mewujudkan mimpi ini dan menikmati segala prosesnya. Aamiin

Selamat merenungkan.