^^

Terimakasih atas kunjungannya^^ Semoga harimu selalu dipenuhi dengan kesenangan dan keberkahan. Sudahkah anda bersyukur untuk hari ini??

Ads Here

Sabtu, 08 Januari 2022

Resume buku Seni Memahami Pria

Laporan membaca buku


Resume:

Pria adalah makhluk yang diciptakan dengan kromosom X dan Y. Masing-masing kromosom memiliki sifat pembawaan yang berbeda, namun secara umum hormon X membawa sifat feminin dan Y membawa sifat maskulin. Hal yang membedakan antara pria dan wanita adalah kromosom Y yang mana hanya dimiliki pria yang mengakibatkan secara umum pria bertindak menggunakan rasio dan logikanya sedangkan kromosom X membuat wanita sering melakukan tindakan dengan mempertimbangkan perasaan. Karakter pria sangat bergantung pada latar belakang keluarga, keluarga yang memberikan ruang pada pria untuk dapat mengekspresikan emosinya akan bermanfaat dalam pengembangan sifat 'rasa' pada seorang pria.

Meskipun sikap pria dianggap rumit oleh wanita karena dasar karakternya yang berbeda, namun pada masing-masing individu terdapat saling membutuhkan. Pria memiliki insting melindungi orang-orang yang disayang dan sangat menghormati harga diri. Bagi pria muda, fisik dan penampilan sangat diperhatikan namun semakin dewasa, prioritas mereka berubah menjadi hal yang lebih maknawi dibanding hanya visualisasi.

Pria yang berselingkuh biasanya memiliki IQ lebih rendah daripada pria pada umumnya, secara umum pria memiliki cara berkomunikasi yang berbeda dengan wanita, ia sulit bernicara tentang emosi, sulit mencerna ucapan dari wanita, sulit untuk mendengarkan dan tidak menyukai pertanyaan2 remeh seperti: "Hari ini Aku pakai baju warna apa ya?" Karena hal tersebut merupakan pertanyaan sulit bagi mereka.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab seseorang menghargai atau tidak menghargai suatu relasi kebanyakan berasal dari sisi psikologi. Perselingkuhan terjadi secara umum karena adanya masalah kepercayaan, dan juga kecerdasan seseorang dalam menjaga suatu relasi.

Pada dasarnya laki-laki dan perempuan memiliki karakter yang berbeda untuk saling melengkapi. Toleransi dan saling pengertian adalah fondasi utama dalam membangun relasi yang serasi dan harmonis. Banyak-banyaklah mengerti ketimbang mencintai laki-laki supaya Anda tidak kebingungan saat mendapati perbedaan pemahaman diantara kita. 

"Tahukah kau betapa rendah perbuatan seorang laki-laki yang menyalahgunakan kebaikan hati seorang perempuan? Yaitu laki-laki yang memberi harapan, lalu meremukkan dan melumatkannya hingga tak bersisa" 

*Emma Grace*



Alhamdulillah, finish.

Sabtu, 07 Agustus 2021

Menoleransi Keadaan Orang Tua

"Bijaklah memilih pasangan, karena anak tidak dapat memilih siapa orang tuanya dan dimana ia lahir. Tapi kita, bisa memilih untuk menikah dengan siapa dan menjadi orang tua yang seperti apa" 
-Anonim-

Sering nggak sih sebagai anak ditanya: kamu tuh maunya apa sih? Saya sudah membelikan ini, itu. Tapi kamu masih saja begitu! enggak nurut (dengan nada bicara yang tinggi). Coba bayangin, anak bisa jawab apa kalau begitu caranya?

Mau jawab, dikira melawan. Diam aja, dikira nggak punya mulut. Sebenarnya mau dapat jawaban apa sih? Beneran nanya atau mau marah-marah? Mungkin niatnya mendidik, tapi kok caranya menghardik?

Pernah gak, cba tanya pelan-pelan. Dan coba sabar dengerin Jawabannya?

Aku sedih sering lihat anak-anak yg diajak bicara dengan nada tinggi, penuh bentakan. Padahal nih ya, kita bisa milih untuk pakai bahasa lebih lembut. 
"Aduh gmna? susah ngerubahnya, orang udah kebiasaan bentak dan itu b aja ko di lingkungan ini". 

Ok, skrg lihat! 
Ketika diri kita disuruh berubah dari yang suka ngomong pake suara keras dan bentak2 ke suara yg lembut dan bahasa yg halus. Bisa gak langsung berubah? Engga kan? Susah malah. Prosesnya panjang.

Terus, kalo buat ngubah diri sendiri aja susah. Kenapa, kita nuntut banyak ke anak buat langsung jadi baik?

Mereka sama dengan kita. Butuh waktu buat berproses.

So, yakinkan diri ketika menghadapi anak. Perlakukan ia, seperti kita mau diperlakukan.

"Tapi, kalo gak dibentak, dia gak denger, gak nurut" 

Bentakan mungkin bisa langsung bikin anak nurut dalam waktu cepat. Alasannya apa? Ya takut lah. Bukan keinginannya.

Menurutku, melihat kedewasaan seseorang dapat dilihat dari bagaimana dia memperlakukan anak usia di bawahnya. 
Karena anak mengajarkan banyak hal, salah satunya adalah menjawab pertanyaan sebanyak apa bisa kita bisa sabar?
dan segiat apa kita belajar untuk menemukan cara yang lebih baik dalam mendidiknya.

Karena mendidik anak, sama dengan mendidik diri. Sebelum menuntut anak ini itu, coba tuntut diri kita sendiri bisa atau tidak?

Untuk yang sudah jadi orang tua dan mungkin merasa bersalah setelah melihat tulisan ini. Tenang, kamu nggak sendiri. Ingatlah, tidak ada orang tua yang sempurna karena kita tetaplah seorang manusia. Mungkin yang membedakan adalah apakah kita mau belajar setelah ini, atau mengulangi kesalahan yang sama?

Untuk anak yang memiliki orang tua yang mungkin pernah berbuat kasar kepadamu, ini pesanku:

Sebesar apapun kesalahan orang tuamu, percayalah dia selalu sayang padamu dan selalu mengusahakan yang Terbaik untukmu. 

Mungkin ada beberapa luka yang tidak sembuh, namun perlahan aku yakin luka itu itu akan mampu kita peluk erat dan berkembang menjadi perasaan ikhlas.
Jika kita tidak bisa mengubah orang tua, dan saya rasa itu sulit. Maka, kelak jadilah orang tua yang lebih baik dari orang tuamu sekarang.

#samasamabelajar
#belajarsamasama
#belajarsepanjanghayat

Rabu, 03 Februari 2021

Focus Focus Trulala (Catatan 2 Maret 2021)


Halo Bders, hampir satu bulan ini aku menghilang dari peredaran dunia tulis menulis. Banyak kesempatan yang hilang, karena diri ini terlalu fokus pada satu hal yang seharusnya dapat dijadikan sampingan belaka. 

Satu bulan ini, di luar kota tempat tinggalku, rasanya banyak hal yang kusadari hilang dari karakterku yang dulu. Penyebabnya tak lain karena aku melalaikan tugas yang seharusnya dapat diselesaikan tepat waktu. Sayangnya, berkali-kali ku minta untuk memutar waktu, berkali-kali juga ku sadar, itu tak akan terjadi. 

Dahulu, ku cari jalan yang mudah supaya memudahkan, namun kini ku sadar, kadang kala perlu melewati jalan sukar agar tak kewalahan di akhir. Waktu sudah terlewati, sudah sampai sejauh ini. Meski terlambat ku sadari, aku bersyukur dikelilingi banyak orang baik yang selalu memberi dukungan dan pembelajaran banyak hal.

Banyak urusan yang harus diselesaikan, dunia terasa begitu cepat berputar, namun kita masih saja berputar di tempat yang sama, perlahan berhenti mengikuti peredaran, yang ada malah jadi ketinggalan. Terburu untuk memburu ketinggalan, yang ada terjadi kelelahan. Semua memang membutuhkan pengorbanan, tak ada yang sekalian apalagi instan.

Proses panjang perjalanan yang tak pernah usai, membuat semangat terkadang lunglai. Pembagian waktu yang tak kunjung efektif, membawa dampak hidup yang kurang produktif. 
Meski hidup tak selalu bergantung pada produktivitas, namun nyatanya dunia banyak meminta itu. Fokus pun menjadi hal sulit saat ini, setidaknya bagiku.

Aku mencoba mengurai, mana yang mesti dilakukan dan mana yang hanya perlu diperhatikan. Namun, yang terjadi aku memperlakukan sesuatu diluar kapasitas dan juga prioritas tujuan hidup. Aku tak mengerti, mengapa bisa sejauh ini, tergelincir dalam kesalahan berkali-kali, jatuh dalam keragu-raguan yang tak kunjung henti. 

Titik terang dari sebuah ketidakfokusan adalah mengambil fokus itu sendiri dalam pikiran dan perasaan. Temui diri, tanyakan apa yang selama ini dicari. Kegiatan yang dapat dijalankan seperti meditasi ringan yang kini tutorial nya bertebaran di YouTube, pilih saja yang pas untuk dirimu.
Kembalinya diri agar kendali hidup didapatkan kembali. 
Menghargai hidup orang lain pun pasti juga menjadi kewajiban yang mesti dipenuhi. 

Keluar dari zona nyaman kadang menjadi pilihan, namun percayalah sesungguhnya yang dicari tetaplah kenyamanan, caranya saja yang berbeda. 

Satu hal lagi, ketika salah, ragu, buntu dan tak terkendali, sungguh kau selalu punya tempat untuk berkeluh. Tuhanmu senantiasa ada dan sedia menolongmu dengan segala kekuasaannya. Usaha dan Doa selalu menjadi kunci terbaik dalam segala persoalan. Fokus saja mengerjakan yang bisa dikerjakan. Sisanya Tuhan yang tentukan. We do the best, God do the rest.

Focus.. focus.. trulala


Minggu, 03 Januari 2021

Ada hal lain yang penting diperhatikan sebelum menuntut anak bisa membaca simbol aksara.

Halo! Selamat datang di #RandomMidnightSW. 

Kali ini aku akan cerita tentang  "Kemampuan Membaca" pada anak-anak.
Jadi gini, ceritanya aku menemukan beberapa/sebagian besar anak usia SD (kelas 1-3) mereka dianggap bisa 'membaca' karena dapat membacakan buku cerita yang ada namun, ketika aku meminta untuk menceritakan kembali atau menanyakan terkait cerita yg ada di buku tersebut, anak2 menggeleng tidak tahu dan tidak mengerti apa yg mereka baca. 

Aku sedih melihatnya, namun bukan berarti kita perlu menghardik anak, tetap apresiasi smbil membacakan ulang crita tersebut, lalu kembali di tanyakan apa ya isi cerita tadi? Kali ini, mreka pnya jwaban.


Perlu kita sepakati bersama, bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan anak mengkorelasikan huruf dengan kata dan mengetahui makna dan informasi yang disampaikan bukan hanya sekedar mampu "Membunyikan Huruf" menjadi suatu kalimat tanpa tahu maknanya.

Okay, jadi ternyata kebanyakan anak-anak hanya pd tahap "Membunyikan huruf" belum pada tahap "Membaca". Lalu, mmangnya kenapa kalau anak hanya sampai pada kmampuan mmbunyikan huruf bukan smpai mmbaca? Coba saya uraikan ya. Slama sekolah, kita akan banyak menemui literatur2 yang membutuhkan kemampuan kita dlm mmbaca dan menangkap informasi baik melalui buku ataupun yang disampaikan oleh guru, etc?

So, jika mereka hanya sampai pada tahap mampu "membunyikan huruf" tanpa memahami maknanya, sangat memungkinkan anak akan kesulitan mengikuti pembelajaran di sekolah karena anak tidak dapat mengerti, informasi apa yang dia dapat dari membaca, instruksi apa yang dimaksud oleh guru. Ketika anak merasa dirinya tidak mengerti, maka besar kmungkinan pula anak akan mengalami keterpaksaan membaca literatur sekolah meski dirinya tak paham, karena tak paham maka nilai akademisnya pun biasanya buruk, karena nilai akademis yg buruk, anak mungkin Skali mndapat label "bodoh", akhirnya dia tidak suka kegiatan membaca/belajar karena dia tidak paham dan merasa tidak mendapatkan manfaat apapun dari kegiatan tersebut.

Hingga akhirnya, mereka tumbuh sbagai orang yg percaya bahwa  dirinya "bodoh" karena tdk dpt memahami pelajaran. Puncaknya, mereka menjadi tidak suka belajar, karena tidak paham dan belajar adalah kegiatan yg membosankan skaligus membingungkan bagi mereka.  Kalau sudah begitu, bagaimana cara kita menanamkan kegemaran belajar pada anak untuk terus belajar sepanjang hayatnya?.
(Lho tadi kan bahas membaca, kok skarang jdinya belajar sih? Ya, suka-suka dong wkwk).
Jd gini gais, salah satu kunci seseorang dapat memahami dunia adalah dgn membaca (bukan cuma membunyikan huruf, tapi juga ttg penangkapan

Makna fenomena/kjadian yg terjadi di sekitarnya ataupun informasi yg disampaikan kepada dirinya. Anak2 yg mmiliki kmmpuan membaca (paham makna kata) akan lebih mudah menerima dan menyerap informasi yang disampaikan kepadanya dan itu berkolerasi positif terhadap kemampuan dirinya dalam belajar. (Learn is skill, thats' need practice all the time)  mnurut KBBI, belajar adalah suatu usah untuk memperoleh kepandaian/ilmu. Bayangkan, bagaimana mungkin anak akan gemar belajar, ketika dia kbingungan/ ksulitan mmahami proses belajar (mndapatkan ilmu)? Bagaimana mungkin anak akan tertarik untuk belajar, jika yg mreka rasakan adalah kebosanan dan ktidakberdayaan? Prasaan tsb tntu bukan hal menyenangkan

Dan sberapa kuat sih kita bertahan melakukan hal yg tdk menyenangkan terus menerus? Trus dmn nih letak salahnya? Yakni ada pada pemahaman umum ttg 'blajar' dan mmbaca  itu sendiri. Sringkali, kgiatan belajar dipahami sebagai kgiatan serius yg mengharuskan anak untuk bergelut dengan angka dan huruf tanpa boleh bermain-main. Iya gak?.
Mmbaca biasanya dipahami sbg kmampuan anak 'membaca' lebih tepatnya mmbunyikan huruf mnjadi kalimat, tanpa peduli mereka paham/tidak terhadap apa yg dbacanya, mmbaca hnya dkaitkan dgn plajaran dan dtujukan utk memperoleh nilai ujian yg bgus. Ckup bisa itu, anak dianggap sudah mampu membaca, kita sampai lupa esensi membaca adalah "Pemahaman" "Melek" makannya membaca adalah salah satu bentuk "Literasi". 
Trus, proses apa dong yg perlu diperbaiki supaya anak bisa membaca "paham"?

Nah, ini yg menarik. Jadi gini, kita tau kan klo setiap hal ada prosesnya, mau masak tempe goreng misalnya, ada proses di potong dulu tempenya, di masukan bumbu supaya enak, lalu baru di goreng smpai matang, lalu ditiriskan. Dan akhirnya kita makan (alamat lapar dini hari ini mah).

Cba perhatikan proses goreng tempe tadi, prosesnya berisi
Pra-penggorengan, penggorengan, dan Penirisan (pasca penggorengan).

Bayangin, kalo tempe langsung digoreng tanpa dipotong atau dibumbui, apa jadinya? Enak gak? Bisa dimakan gak? Gorengnya rata gak? Ada rasanya gak? Atau tempenya bisa jadi matang, tapi hanya permukaan dan kmungkinan besar rasanya hambar.

(Sebuah analogi tempe goreng, uhuy~~)

Ini sama persis dengan proses membaca/proses belajar lainnya. Fenomena yg terjadi secara umum di sekitar kita adalah, anak langsung dicekoki kegiatan 'membaca' huruf-huruf, tanpa memperhatikan kesiapan diri anak (membaca secara teknis). Kita lupa bahwa ada proses penting sebelum anak belajar membaca, yakni proses 'pra-membaca'. Eh ada ya? Ya adalah Bambang, goreng tempe aja ada pra-penggorengannga dulu, ya masa didik anak ujug2 :", anak juga manusia lho (lha kok malah jd ngomel, oke lanjut!). Apa aja sih proses pra-membaca? Yaitu proses stimulasi yg diberikan kepada anak sbgai peletakan dasar anak memahami suatu bacaan. Salah satu aktivitas pra-membaca adalah berbincang, membacakan buku

Cerita, dan lain sebagainya. 

(Hutang pembahasan nih, pengen nerusin ini tapi tugas lain sudah melambai, daaah... Ditinggal dulu, kalo berminat berdiskusi ttg tmbuh kembang anak, I'm welcome, kita ngobrol bareng dan sama2 belajar ttg ini)

Baca versi lengkap di blogkudewek.blogspot.com (soon)
 
Sampai jumpa di random midnight SW lainnya.

(Ku post dulu saja, semoga bisa dimengerti) 

Jumat, 18 Desember 2020

Mari Obrolkan Pernikahan tanpa Glorifikasi Berlebihan

Pernikahan selalu asik dalam sebuah pembicaraan, dari sudut manapun. Karena tidak semua orang telah berada pada fase ini. Dalam obrolan kaum muda biasanya, pernikahan dijadikan sebuah hal yang sangat luar biasa dan pencapaian yang tinggi.

Padahal pernikahan itu kan biasa saja, hanya sedikit berbeda karena ada orang lain yang hadir dalam kehidupan kita. Kehadiran tersebut tentunya membawa banyak perubahan baik yang sifatnya terprediksi maupun yang tidak. 

Babak baru kehidupan memang selalu membawa tantangan yang tak terelakkan. Oleh karenanya, sebelum menginjak babak baru tersebut idealnya seseorang mencari tahu, baik mencari pengetahuan dari berbagai sumber terpercaya dan pengalaman seseorang yang telah menikah.

Bagi seseorang yang telah menikah pasti mengetahui, bahwa pernikahan bukan hanya senang-senang saja namun juga bagaimana caranya hidup dengan orang lain dalam waktu yang sangat lama dengan karakter individu yang berbeda sambil berusaha memecahkan konflik bersama.

Sayangnya, pernikahan yang digaungkan di sosial media biasanya hanya berisi senang-senang, jalan-jalan, romantis-romantisan, dan hal uwu lainnya. Bukan berarti hal-hal yang menyenangkan tadi tidak terjadi dalam pernikahan, namun yang perlu diingat adalah tidak setiap hari hal tersebut terjadi juga bukan setiap saat pernikahan isinya hanya keuwuan saja.

Wah wah wah wah saya kok terlihat pesimis sekalian memandang pernikahan? Bukan sayang, saya hanya ingin ketika berbicara tentang pernikahan harus disertai dengan hal-hal logis yang mewarnai sebuah bahtera rumah tangga bukan hanya pemanisnya saja.

Memiliki teman hidup adalah dambaan semua orang, tentu saja. Nah, untuk dapat memiliki teman hidup yang tepat, tidak hanya dengan cara menerima lamaran saja namun, perlu diperhatikan banyak hal agar kita tidak salah memilih pasangan hidup. Betapa menyakitkan ketika seseorang menghabiskan hidup dengan orang yang salah.

Eeiittss... Pasangan hidup yang tepat adalah bukan tentang kesempurnaan rupa ataupun kepribadian. Namun tentang bagaimana dua individu saling menerima kelebihan dan kekurangan serta saling mendukung satu sama lain menuju keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah, wa mubaadalah. Manusia tidak ada yang sempurna itu adalah paten. Begitupun pasangan tidak ada pasangan yang sempurna yang sama sekali tidak memiliki konflik, tidak sama sekali memiliki perbedaan, ataupun masalah lainnya. 

Pasangan yang tepat adalah pasangan yang memiliki prinsip kesalingan satu sama lain dan saling berusaha untuk menjaga komitmen juga belajar menuju kehidupan yang lebih baik sedikit demi sedikit setiap harinya.

Setiap orang memiliki kriteria nya sendiri, maka definisi Pasangan yang tepat tentulah beragam. 
Disini Saya mau berbagi tentang apa saja ya hal-hal yang yang perlu diperhatikan kan sebelum mengambil keputusan untuk menuju sebuah pernikahan.

#1 Komitmen setia pada satu orang

Hal pertama yang mesti disadari adalah kita akan hidup dengan orang lain pada waktu yang lama.  Nah, setiap orang memiliki kepribadian yang unik. Kita siap gak sih buat menjalin relasi jangka panjang tersebut dengan satu orang yang sama dengan karakter yang berbeda. Apa yang harus dilakukan ketika terjadi perbedaan? Bisakah sama-sama membangun relasi yang saling membahagiakan satu dengan yang lain? Kalau terjadi selisih paham dan kesulitan berkomunikasi, bisa melewati tidak ya?. Komitmen setia harus dimiliki oleh keduanya karena, sebuah relasi adalah tanggung jawab bersama yang layak diperjuangkan dengan sekuat tenaga oleh keduanya.

#2 Menghadapi kekurangan pasangan

Hidup bersama orang lain yang berbeda tentunya akan membawa perubahan pada hidup kita sendiri. Oleh karena itu, sebaiknya kita telah mengetahui sedikitnya kekurangan pasangan yang terlihat seperti apakah dia merokok atau tidak, pemabuk atau bukan, tim bubur diaduk atau langsung dimakan?. Dari kekurangan kekurangan yang dimiliki oleh calon pasangan perlu dipilah mana nih yang bisa kita toleransi atau tidak ditoleransi sama sekali. Relasi yang kuat dibangun dari dua individu yang saling menerima. Penerimaan  

#3 Emosi dan Komunikasi
#4 Jalur Karir
#5 Finansial dan Literasi Finansial
#6 Tempat Tinggal
#7 Pembagian Pekerjaan Rumah Tangga
#8 Penerimaan Antar Keluarga
#9 Konsekuensi Lain Penikahan

(Maaf belum selesai tapi sudah setor)

Minggu, 13 Desember 2020

Anak adalah Polisi Moral terbaik



*Polisi moral terbaik adalah anak-anak (to the point pisan wkwk, gaada prolog apa, okok)*

Jadi gini, seperti orang pada umumnya, aku membiasakan anak2 buat makan dan minum sambil duduk. Lalu, suatu hari satu anak mendapatiku sedang makan es krim tapi berdiri, lalu dia menegurku, seperti aku menegur mereka. Dia berkata "Tante ya, kalo makan berdiri atau duduk ya?" 

Sontak aku langsung ingat persis seperti apa yang aku katakan pada mereka, dan mengakui "Oh iya,  maaf ya Tante ya  makannya sambil berdiri ya? Sekarang Tante ya duduk ya. Makasih loh udah diingatkan" jawabku. Dia pun tersenyum.

Trus apa hubungannya dengan anak sebagai polisi moral terbaik?

See... Anak2 menerima ajaran seseorang dengan murni dan tanpa ditambah s&k, klo kita sudah ajarkan dan contohkan minum dan makan itu duduk, maka mereka akan selalu mengingat nilai itu tanpa syarat, meski kdg anak2 lupa melakukannya Namun, anak akan mengingatnya. Anak usia 0-8 tahun umumnya memiliki nilai diri yg kuat, gak ada nego, A ya A, konsisten, gak boleh nawar.

Maksudnya gimana?
Jadi ktika diajarkan makan dan minum itu duduk, ya harus duduk gak bisa di tawar, misal sambil nyambi ngapain gitu jadinya makan sambil berdiri. Beda dengan org dewasa yg bisa memaklumi pelanggaran2 pada sbuah aturan. Makannya, kalo misalkan kita pernah ngingetin anak sesuatu, lalu nnti suatu saat peringatan itu balik ke kita. Kita ajarkan untuk menerima nasehat itu dgn cara mnerima masukannyaDan langsung memperbaiki kesalahan yang kita lakukan, itu bentuk pengajaran melalui tindakan.

Gausah kita tambah "Apa sih anak kecil, klo org gede boleh" "Kan aku lagi ngasih makan ikan juga, jadi makannya sambil berdiri" cukup dengar dan terima nasehatnya, itu bentuk menghargai dia. Dan apa yg didapat ktika kita menghargai anak? Dia akan mampu menghargai org lain juga, dia akan mendengar nasehat juga tidak mudah tersinggung ketika ada yg mengingatkan dirinya.
Anak perlu contoh gais bukan kritikus.

"Lah, trus kapan dong anak akan belajar memaklumi kesalahan?"

Pada dasarnya, semakin anak berkembang usianya, otaknya akan berkembang pula, yang tadinya belajar melalui apa yang dia lihat dan dengar (tahap operasional concrete), semakin bertambah dia mampu belajar ttg apa yg tdk dapat dilihat dan didengar (operation formal). Nnti anak akan memahami bahwa suatu aturan terkadang memiliki fleksibilitas dan tingkat kompromi. Di masa itu, anak akan mengerti bahwa terkadang aturan tdk selamanya baku, bisa berubah (Bahasanya masih ribet ya? :( )

Itulah pentingnya mendidik anak sesuai usia perkembangannya, biar pas. Knpa? Biar anak memiliki karakter kuat dan stabilitas diri yang baik. Biar anak tau aturan dan bagaimana bersikap di lingkungan masyarakat. 

Ku kasih cntoh lg ya:
Jd suatu hari, aku sdang bermain dngan ponakan, lalu tiba-tiba turun hujan, auto kan gak mikir pake sendal siapa buat angkatin jemuran. 
Nah, ktika aku mmakai sendal orang lain (meski milik kakak) dia brkomentar "Kok, Tante ya pake sendal orang lain? Kan punya sendal sendiri?"

Aku pun jawab "Oh iya ya, harusnya tadi pakai sendal sendiri :(, masalahnya tadi buru-buru jadi gk liat pake sendal pnya siapa :(  Apa Tante ya perlu minta maaf ke om ___?" Anak diam sebentar dan menjawab "Iya, bilang ya hujannya udah duluan sih", akhirnya aku minta maaf ke kakak (yg tentu saja mmaafkan wkwk) mendapatkan jawaban itu aku bersyukur, artinya nilai kepemilikan sudah tertanam dan dia tidak akan melanggarnya kcuali ada hal mendesak. 

Masak sih anak bgitu? Di aku engga ah, dia gak tau aturan. Eits.. tunggu dulu, sbelumnya dibiasakan gak? Dicontohkan gak?

Perilaku anak adalah cerminan lingkungan terdekatnya, klo lingkungannya kondusif, maka kepribadian anak pun akan kondusif (kcuali ada kbutuhan khusus, ini beda lagi ya). 

Perilaku anak adalah cerminan lingkungan terdekatnya, klo lingkungannya kondusif, maka kepribadian anak pun akan kondusif (kcuali ada kbutuhan khusus, ini beda lagi ya). 

Anak adalah pengingat kuat, peniru ulung, dan petualang sejati.

Tindakan yang ditampilkan dalam keseharian, akan menjadi pengajaran bagi anak untuk bersikap dalam kesehariannya pula. Pernah dengar kata filsuf "Suara anak = suara Tuhan" karena ia lahir dari kemurnian hati seorang manusia.

Kehati-hatian dalam bersikap adalah Ajaran dasar. Kalau anak terbiasa hati-hati, mereka tdk akan smena2 pada diri maupun makhluk lainnya. Punya cerita yg ingin didiskusikan?

(Trus, klo anaknya udh biasa gak taat aturan, gak dikenalin ini itu dsb gimana? Butuh bahasan utuh tersendiri supaya komprehensif) 
Sekian caprukanku.


#randommidnightSW today. 
#HanyaTayangTengahMalam
#SepenggalKisah

Cari Blog Ini