Minggu, 08 November 2020

Mengeluh dan Cara Terbaik Meresponnya

Mengeluh, mungkin ketika pertama kali kita mendengar kata tersebut yang muncul dalam benak kita adalah perintah untuk bersyukur. Padahal tidak semua keluhan itu adalah tanda bahwa ketidakbersyukuran seseorang, bahkan terkadang keluhan itu adalah menjadi bagian dari pertahanan diri untuk dapat bertahan dalam keadaan yang tidak menyenangkan.

Mengeluh merupakan cerminan dari perasaan yang sedang merasa terbebani oleh sesuatu. Meski perasaan ini cenderung negatif, nyatanya perasaan tersebut hadir dan tidak dapat diabaikan begitu saja.

Dalam kultur masyarakat yang cenderung hanya menerima perasaan positif saja dan mengabaikan kehadiran perasaan negatif seperti sedih, tertekan, kesal, marah dan lain sebagainya. Kultur tersebut menjadikan seseorang sulit untuk mengekspresikan perasaan negatif yang dimiliki. Keadaan ini acap kali membuat seseorang menjadi lebih tertekan dan tidak mampu mengekspresikan dengan cara yang baik. 

Menurut King dan faber dalam bukunya seni berbicara pada anak, beliau menyatakan bahwa segala perasaan dapat diterima baik perasaan positif maupun negatif yang perlu dibatasi adalah tindakannya. Karena pada dasarnya perasaan tersebut hadir secara alamiah dan sangat manusiawi. 

Bagaimana mungkin kita merasa biasa saja ketika kita sedang mengerjakan tugas di depan laptop lalu tiba-tiba adik kita menumpahkan minuman di atas lembar kerjaan yang tengah dikerjakan. perasaan alami yang muncul biasanya berupa perasaan marah kesal dan ingin sekali rasanya untuk memarahi adik kita tersebut. Perasaan marah yang hadir dapat kita terima sebagai respon dari pikiran kita, Namun kita memiliki pilihan untuk marah-marah atau mengekspresikannya dengan cara lain.

Nah apa sih pesannya? Pesan dari ilustrasi di atas adalah bahwa kita bisa dan harus menerima perasaan negatif tersebut. Perasaan ini tidak perlu disangkal apalagi ditolak keberadaannya, cukup diterima bahwa saya merasa kesal atau saya merasa marah. Lalu tindakan yang dilakukan saat perasaan tersebut muncul itulah yang dapat dibatasi kita bisa merasa marah Namun kita bisa memilih untuk tidak marah-marah cukup dengan memberi tahu bahwa saya merasa marah karena air yang ditumpahkan kan ini. Mungkin tidak mudah, perlu pembiasaan dalam pengaturan emosi. Kita yang terbiasa hidup dalam masyarakat yang belum dapat menerima perasaan negatif sepenuhnya mengakibatkan cenderung mengekspresikan perasaan negatif dengan cara yang negatif pula.

Oleh karena itu diperlukan ruang sosial yang mau menerima perasaan negatif agar seseorang tersebut dapat mengekspresikan dengan lebih bijak. Hal yang perlu diperhatikan adalah cara mengekspresikan perasaan negatif dengan tindakan yang yang tidak bersifat menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Caranya gimana ya? Mungkin alternatifnya adalah ketika perasaan negatif tersebut muncul langsung tarik kendali rem dalam diri kita untuk sejenak memberi jeda pada keinginan untuk bertindak semena-mena.

Begitu juga dengan keluhan yang yang di alamatkan oleh seseorang kepada perilaku orang lain ataupun kejadian yang tengah menimpa dirinya. Contohnya Hari ini saya membuat status di WhatsApp tentang bagaimana saya mengeluh karena merasa tertekan dengan tugas yang ada baik tugas kuliah maupun tugas organisasi. Perilaku mengeluh terkadang hanya ucapan ataupun wujud pengejawantahan perasaan secara spontan, sehingga seringkali menghasilkan kata-kata yang terlihat seperti berlebihan ataupun mengesankan bahwa seseorang Ini membutuhkan pertolongan.

Padahal tidak semua keluhan membutuhkan respon yang berlebihan. Tidak jauh berbeda dengan perasaan, keluhan mungkin hanya perlu diterima dan tidak perlu ditambah dengan penghakiman bahwa "kamu kok tidak bersyukur sekali ya" "itu kan sudah jalan yang kamu pilih kenapa kamu selalu mengeluh? ". Coba lihat bagaimana orang dapat mengekspresikan perasaan negatifnya dengan baik ketika keluhan saja tidak diterima. Hal ini tentu memberikan dampak pada ketakutan akan mengeluh. Tak heran bila banyak orang yang mengekspresikan perasaan negatifnya kepada hal-hal yang cenderung menyakiti orang lain seperti membuat komentar jahat di kolom postingan orang lain.

Loh kok Kamu mendukung orang-orang mengeluh? Bukannya setiap agama dan kepercayaan mengajarkan kita untuk selalu bersyukur?Tentu semua orang tahu bukan bahwa dengan bersyukur nikmat yang ada saat ini akan bertambah dan dan bila kita melakukan kufur nikmat maka apa yang kita miliki mungkin bisa berkurang baik dalam jumlah maupun keberkahannya.

Untuk menjawab ini kita perlu sependapat terlebih dahulu yakni bahwasanya "mengeluh bukanlah pertanda utama ketidakbersyukuran seseorang melainkan respon yang ditampilkan kan saat seseorang yang mengalami sebuah tekanan ataupun perasaan yang tidak mengenakkan pada dirinya ".
Sedangkan bersyukur adalah perasaan positif akan kehadiran segala sesuatu yang ada dan kita miliki baik secara materi maupun non-materi baik secara psikis maupun dalam bentuk fisik. 

Pernah nggak sih kita mengeluh akan suatu hal, di sisi lain kita tidak bermaksud untuk tidak bersyukur, Iya pengen aja gitu ngeluh. Toh selanjutnya atau pada saat bersamaan dalam benak kita terbayang betapa beruntungnya kita akan kepemilikan atau kehadiran sesuatu di dalam hidup kita. 

Jadi mengeluh waktu boleh ya? Iya tentu saja boleh, yang terpenting adalah keluhan kita disampaikan dengan cara yang tepat yang tidak menyakiti orang lain. Caranya gimana? Bisa saja dengan menuliskan perasaan itu bagi yang suka menulis bisa juga dengan mengucapkannya, atau yang paling sering dilihat adalah dengan membuat suatu postingan baik yang bersifat sementara seperti status WhatsApp, instastory atau mungkin ngetwit di Twitter. Hal yang perlu diperhatikan tentu saja bahasa penyampaiannya,

Terus kalau misalnya kita yang melihat seseorang sedang mengeluh kita harus gimana dong? Mungkin jawabanku adalah membiarkannya atau kalau kalau hanya ditujukan untuk kamu ya sudah di terima terima saja ya itu memang hal berat. Terkadang kita menjadi hakim kehidupan orang lain, padahal orang lain itu tidak selalu membutuhkan Hakim seringnya dia hanya butuh didengarkan dan diterima perasaannya. 


Tapi kan kalau ngeluh di sosmed itu bahaya? Ya Iya tentu saja berbahaya bilang kamu mengeluh setiap hari dan bercerita segala hal tanpa filter.
Oke daripada banyak-banyak saya menulis kayaknya makin kemana-mana dan tidak mengerucut. Kita simpulkan saja dengan beberapa kesimpulan.

Kesimpulan pertama, mengeluh itu boleh namun secukupnya dan batasi tindakan ketika keluhan tersebut muncul. Jangan sampai keluhan tersebut membawa energi negatif bagi kehidupanyang seringkali membuat kita malas untuk menyelesaikan masalah tersebut. Keluhan dapat diterima. tindakannya yang perlu dibatasi.

Kesimpulan kedua, kalau melihat seseorang membuat postingan atau secara langsung sedang mengeluh terkadang hanya perlu penerimaan saja tidak perlu dihakimi untuk selalu harus bersyukur. Karena rasa syukur memang tidak dapat dipaksakan, ia harus hadir dari diri yang ikhlas. Untuk menghadirkan keikhlasan tersebut, Hal pertama yang dilakukan adalah menerima perasaan negatif lalu menyadari bahwa masalah yang kita alami dapat dicari cara untuk penyelesaiannya.

Kesimpulan ketiga, walaupun mengeluh itu dibolehkan bukan berarti segala hal di dunia ini ini harus dikeluhkan. Ubah mindset kita bahwa mengeluh hanya untuk melampiaskan atau melepaskan emosi negatif dalam diri dan bukan untuk mempengaruhi tindakan kita selanjutnya.

Dengan mengubah mindset kita terhadap kegiatan mengeluh yang sering kita lakukan ataupun kita lihat di sosial media, hal ini rasanya patut menjadikan diri kita untuk memupuk rasa empati terhadap orang lain. Ingat lagi, mengakui perasaan adalah hal pertama yang dilakukan untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik. 

3 komentar:

  1. Mengeluh di sosmed biasanya orang yg lagi caper. Butuh perhatian lebih. Namun faktanya dibalik itu semua orang2 inginnya hanya tau yg baiknya aja dr kita.

    BalasHapus
  2. Betul. Karena di dunia nyata gak ada ruang untuk mendapatkan hal tersebut. Dan gak semua keluhan di sosmed perlu direspon, cukup dibiarkan saja sampai perasaannya baik lagi.

    BalasHapus