Sabtu, 18 November 2023
Menyadari Kesalahan Orang Tua, buat apa?
Dunia: Tempat terbaik merasakan kekecewaan, jadi nikmatilah.
Minggu, 12 November 2023
Kekuatan "Teman Sejati" yang bernama..........
Kamu tidak lagi menutup diri seperti di masa lalu, saat ini kamu siap untuk berteman dan membangun relasi dengan orang lain. Dulu, kamu takut untuk melakukannya dan kamu merasa ditolak oleh lingkungan pergaulan karena kamu merasa engga bisa mengikuti obrolan mereka apalagi memberi manfaat yang lebih untuk mereka.
Di tempat kerjamu yang baru, kamu menemukan lingkungan baru yang membuatmu bersyukur karena merasa diterima sebagai dirimu seutuhnya. Lalu, kamu mulai tampil bercerita, mendengarkan kisah mereka, juga mulai saling bertukar ide dan memecahkan solusi bersama. Ini sungguh perasaan menakjubkan!
Hari berganti, satu bulan telah terlalui sejak dirimu memutuskan untuk lebih bisa terkoneksi dengan dunia luar dan menerima segala yang terjadi di masa lalu, kamu paham sekali bahwa seburuk-buruknya masa lalu, masih ada masa depan yang perlu diperjuangkan. Dan kamu sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengikhlaskan segalanya.
Namun, entah kenapa pada saat ini rasa tak nyaman itu kembali muncul. Kamu sudah bisa terbuka, tapi nyatanya dirimu masih merasakan kesepian itu, meski di tengah keramaian.
YaAllah, perasaan apalagi ini? mengapa terjadi secara berulang? Aku hanya ingin berteman seperti biasa, tapi kenapa setelah aku mencoba membuat koneksi dan keterbukaan komunikasi itu mulai tampil, aku malah merasakan sepi. Aku merasa, orang lain menilaiku menjadi pribadi yang berbeda. Apa salahku? tanyamu dalam hati. Kamu menangis, lalu menghubungi teman kepercayaanmu untuk menjelaskan perasaan yang sedang kamu alami.
Kamu begitu bergetar dan ingin menangis saat menceritakannya, padahal kamu sadar kamu engga mengalami masalah apapun. Kamu hanya merasa terputus koneksi dengan lingkunganmu.
Awalnya kamu bisa berteman, namun akhirnya kamu kembali sibuk dengan dirimu dan kembali tenggelam dalam rasa sepi. Sungguh hidup ini tidak adil yaAllah.
Temanmu memintamu untuk menarik nafas dan perlahan menghembuskannya agar dirimu lebih tenang.
Banyak hal yang disampaikan oleh temanmu tentang perasaanmu. Namun, poin yang kamu paling tangkap adalah "Sesungguhnya, teman sejati yang selalu bisa menemuimu bukanlah pasanganmu, temanmu, sahabatmu ataupun keluargamu, ia bernama 'Amal Sholih' ia yang akan menemanimu sampai setelah kematian, bisa jadi perasaan sepi yang hadir dan selalu menghantui adalah pesan dan kode dari Allah untuk lebih mendekat padaNya dengan memperbanyak amal shalih, hanya itu, hanya itu bestie yang bisa mengisi kekosongan dalam hati"
Amal sholih yang sifatnya tak berbatas, itulah yang bisa mengisi ruang sepi dalam hatimu yang tak terbatas pula kedalamannya.
Meski merasa berat, pahit, namun kamu tetap berusaha mendengar dan merenungkan nasihat itu. Dan pada akhirnya, kamu mencoba kembali apa yang telah kamu mulai yaitu: Menyambung tali silaturahim, namun kali ini kau luruskan niat, bukan karena egomu, namun karena Tuhanmu.
Minggu, 05 November 2023
Kilas Balik Aksi Bersejarah hari ini: Dulu Nyinyir, sekarang Iri
Sabtu, 04 November 2023
Saat dirimu merasa Jelek, tenang saja.. kamu tak sendiri!
"Kamu tuh ya udah pesek, item, berkumis, idup lagi"
"Perempuan kok jelek amat sih"
"Adik temanku imut-imut, kamu sih amit-amit"
"Saya tuh gak mau samaan sama kamu, jelek!"
Suara itu kembali terngiang dalam kepalaku hari ini.
Aku menahan tangis juga haru.
Tangis karena ternyata suara itu masih ada dalam kepala, juga haru karena nyatanya semua itu membentuk diriku yang sekarang. Hatiku tak lagi sesak, bahkan bibirku otomatis tersenyum mendengar suara kepalaku hari ini. Alhamdulillah
Izinkanlah aku mengalirkan emosi ini dalam bentuk tulisan seperti biasanya.
Air mata terburai kala jemari mulai mengetikkan satu persatu kata tentang sebuah memori masa sekolah.
Pada masa itu, tepatnya jenjang Sekolah Menengah Pertama, aku mengalami keguncangan yang sangat besar dalam kepercayaan diri.
Aku kehilangan percaya diri dan merasa tidak bisa mengikuti pergaulan anak seusiaku.
Aku tidak tahu, kalau di masa 'remaja', fisik begitu sangat diperhitungkan di dalam pergaulan.
Namun aku percaya, selalu ada kisah indah di setiap air mata.
[[ Singkat Cerita, di hari ini]]
And here we go, I want to tell you the truth.
Hari ini, Aku menjadi Guru di sebuah TK. Aku suka sekali untuk menceritakan kisah pada anak-anak agar mereka memiliki banyak referensi dalam bersikap saat menghadapi masalah.
Friday morning with a lot of gratefulness, aku berkisah pada anak tentang Palestina. Berat rasanya, bukan.. bukan karena kisahnya, namun karena momen berkisahku diabadikan dengan kamera dan akan dipublikasikan dalam bentuk Video.
Terbayang sudah ekspresi mukaku yang mungkin absurd. Tapi aku harus melakukannya.
Aku hanya ingin berkata pada diriku sendiri yang mulai insecure dengan apa yang ada:
"Hallo.. diriku yang dulu sering mendapat hinaan dan cemoohan tentang fisik, dengarkan aku dulu ya. Kali ini, kamu sudah tidak lagi di fase remaja, dirimu sudah melesat jauh di usia dewasa. Kabar bahagianya, di dunia dewasa kamu tidak lagi harus pusing dengan penilaian orang lain, karena orang lain punya urusan sendiri, dan kamu bukanlah pusat dunia yang dipikirkan orang lain. Jadi, kamu tidak perlu khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan tentangmu. Hal penting saat ini adalah bagaimana kamu mengoptimalkan segala potensi yang ada dalam dirimu menjadi suatu kebermanfaatan. Bukan.. bukan lagi dalam tahap pikiran, tapi kali ini dalam perbuatan, aku tahu dengan baik banyak sekali rencana dan mimpi yang kamu simpan sejak dulu, namun kamu selalu bersembunyi dan tidak berani untuk menampilkannya hanya karena kamu malu dan takut di bilang "jelek". Mari atur nafas sekarang, inhale--exhale"
Lalu kisah pun dimulai, kamu berkisah dengan segala kemampuanmu, berbekal bismillah kamu memulainya dengan yakin dan fokus terhadap tujuan kisahmu hari ini. Menyampaikan pesan moral dan semangat dalam membela kebenaran. Itu sudah bagus sekali, meskipun tidak semua anak menyimakmu, bahkan ada yang menangis karena pada saat kamu bercerita, ada anak yang bercanda dengan temannya kemudian menghasilkan tangisan merdu diantara ceritamu.
Apa kamu merasa bersalah? tentu saja, aku tau dalam pikiranmu sudah bersliweran kata-kata yang otomatis terngiang dan masih berasal dari rasa insecuremu.
Biar aku ingatkan kembali, pada situasi saat itu, suara itu hadir
"Guru macam apa aku ini, engga becus jaga perhatian anak agar fokus"
"Duh... kasian tuh tim dokumentasi, pudar momennya karena kamu tidak menguasai situasi"
Oke.. ini apa-apa, tapi yuk.. inhale-exhale, La Tahzan Innallahama'ana.
Kamu pun kembali berusaha tetap seprofesional mungkin agar anak-anak kembali kondusif dengan ceritamu. Kamu ternyata bisa berfikir cepat dan situasi itu terlewati dengan baik, Alhamdulillah, Aku sangat apresiasi karena kamu sudah bisa berusaha lebih tenang dan proaktif dalam menghadapi situasi yang tidak terduga.
Akhirnya, kamu selesai dan kamu merasa senang dan bersyukur karena kamu bisa menularkan semangat secara alami kepada anak-anak.
Di akhir sesi cerita, ada kegiatan donasi, pembagian bendera palestina dan foto bersama serta membuat video yang menyuarakan "Free Palestine! Free Palestine! Free Palestine!"
Semangatmu begitu bergelora, namun kamu selalu memikirkan bagaimana hasil videonya, aku takut merusak visual dan orang-orang mengejekku seperti dulu. Aku takut diriku merusak pemandangan, aku takut diriku tidak enak untuk dilihat dan akan menurunkan citra sekolah. Pilihan itu mengganggumu.
Di suatu kesempatan sebelum video itu terbit dan dipublikasikan, kamu memohon pada tim dokumentasi untuk meminimalisir kehadiranmu di video tersebut dan hanya memilih momen dirimu yang cukup bagus. Tim dokumentasi bilang "Ya, akan diusahakan"
Syukurlah, aku lega.
Hari mulai sore, akhirnya video tersebut dipublikasikan.
Aku sungguh tidak berani melihat video itu, hanya sekilas. Aku hanya bertanya pada temanku "Apakah aku bagus?" temanku berkata "Ini hanya gerakan tanpa suara, tenang saja, kobe kok" katanya. Aku percaya, namun aku masih belum bisa, belum bisa melihat video utuhnya. Bahkan sampai pada tulisan ini terbit, aku masih mengumpulkan keberanian itu.
Kamu kembali berkata pada dirimu sendiri "Apa lagi yang kamu khawatirkan? bukannya saat ini kamu sudah menerima segala hal yang ada dalam dirimu? mengapa kamu masih takut untuk melihat dirimu sendiri menggunakan kacamata orang lain? Bukankah saat ini kamu sudah bersyukur karena kamu sudah mulai dan mau merawat dirimu? dan yang terpenting, kamu tidak lagi menilai sesuatu secara kasat mata, namun kamu sudah mulai menilai dengan makna, itu bagus. Apalagi yang membuatmu ragu, kamu sudah tidak berkata kasar pada dirimu sendiri atas perasaan jelekmu, itu juga sudah bagus, sejelek apapun kamu dipikiranmu, kamu tetap berharga, camkan itu!" kataku.
"Aku tau dan kenal betul segala gejolak perasaan dan pola ini, dan aku masih mengumpulkan keberanian. Meski belum berani, aku sudah meyakini bahwa orang-orang tidak lagi melihatku secara fisik semata, tapi mereka melihatku dari sisi lainnya, misal: kebermanfaatan skill yang aku miliki. Satu hal yang paling penting adalah tentang Tuhanku, Dialah yang memberikanku bentuk sebaik-baiknya agar aku bisa mengoptimalkan potensi titipanNya, tanpa melupakanNya. YaAllah, semoga aku bisa menjaga segala titipanMu ini, karena aku yakin apapun yang sedang aku rasakan saat ini, termasuk perasaan merasa jelek (meski terdengar sepele), aku tidak pernah sendiri, selalu ada Engkau yang memberikan ketenangan dan ketabahan hati. Terimakasih yaAllah, denganMu Aku tenang".
This is video of me, when I tell story about Palestine:
https://www.instagram.com/reel/CzLGW2HriOZ/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==