Selasa, 16 April 2024

[[menyelami]] Ringkasan buku '5 Tahun Pertama Pernikahan' Fase-fase utama dalam kehidupan pernikahan yang harus diketahui.




Buku ini berisikan catatan dan bait-bait pengalaman dalam mengarungi pernikahan yang belum cukup lama usianya.

Bukan sebagai malaikat, bukan pula sebagai Cinderella dan Pangeran Kuda Putih-nya, bukan pula sebagai pasangan romansa dalam berbagai drama yang terkenal keromantisannya.

Ini hanyalah kisah sepasang suami istri biasa di antara jutaan pasutri di Indonesia lainnya, yang semoga pengalamannya bisa menjadi inspirasi bagi banyak suami istri di negeri ini untuk senantiasa membangun Rumah Tangga Surganya. Semoga bisa menyerap saripati kebaikan yang ada, dan semoga bisa membantu Anda dan pasangan Anda menjalani kehidupan pernikahan yang lebih baik lagi.

Begitulah yang tertulis pada halaman belakang buku ini. Bait-bait dan cerita penuh makna ini dibagi menjadi 5 bagian cerita yang disebut 5 tahap/fase dalam pernikahan. Fase-fase tersebut yaitu:

1. Euforia

Pada tahap ini, kita akan disuguhkan subbab yang berjudul kado pernikahan, Wedding V.S Marriage Preparation, dan subbab yang menurut saya menjadi poin paling penting yaitu: Berlayar Kemana. etiap insan yang menikah, pasti dalam pikirannya berharap dapat bersama selamanya bersama pasangan pilihannya dengan balutan cinta kasih sepenuh hati. Tidak ada orang yang berniat menikah untuk sengaja saling menyakiti dan berharap pernikahannya berumur pendek, kecuali orang yang tidak waras yang melakukannya. Pada tahap ini kita diajak berdiskusi tentang niat awal menikah dan persiapan apa yang dipersiapkan sebelum menuju jenjang pernikahan.

Pada umumnya, di waktu awal menuju pernikahan orang-orang sibuk untuk merencanakan pesta pernikahannya namun lupa merencanakan pernikahannya itu sendiri. Banyak yang sibuk dengan konsep resepsi pernikahannya seperti, gedung, konsumsi, undangan, foto pre-wed, MUA dan sebagainya. Namun lupa mempersiapkan bagaimana membangun pernikahan itu sendiri agar menjadi rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warrahmah.

Bukan berarti pesta pernikahan itu tidak penting, hanya saja yang perlu direnungkan adalah jika untuk mempersiapkan pesta pernikahan saja kita membutuhkan waktu yang lama, terkadang juga menguras pikiran, tenaga dan materi. Namun, sudah seberjuang apa kita mempersiapkan kehidupan setelah pesta pernikahan yang jangka waktunya lebih lama bahkan sepanjang sisa usia kita. Maka, seharusnya kita lebih banyak mempersiapkan diri dengan ilmu dan kemauan untuk belajar agar memiliki knowledge and skill yang baik untuk menghadapi berbagai badai yang akan hadir kedepannya. Pernikahan itu berat, ia bagaikan berlayar mengarungi samudera, bagaikan naik gunung dan istilah lainnya. Resepsi/Pesta pernikahan hanyalah garis start. Jika diibaratkan pernikahan adalah sebuah pertandingan, siapa yang paling berperan dalam menyelesaikan tantangan untuk memenangkan pertandingan tersebut? yakni pemain yang ikut dalam pertandingan. Takkan ada penonton yang akan membantu petanding untuk melewati tantangannya. Semua ditentukan oleh stamina, mental, perbekalan berupa knowledge and skill yang tepat untuk menghadapi tantangan selama pertandingan  berlangsung. Jika pertandingan, jelas tujuannya maka akan jelas pula ilmu apa yang digunakan untuk menghadapi pertandingan tersebut, tidak mungkin kan pertandingan gulat dihadapi dengan ilmu dan skill pemain basket?.

Begitupun dengan sebuah pernikahan, untuk dapat berlayar diatasnya kita perlu memiliki bekal stamina, mental dan bekal untuk menghadapi kehidupan pernikahan kedepannya untuk dapat mencapai tujuan bersama. Meski ilmu dan skill yang kita miliki tidak akan langsung membuat bahagia dalam sebuah pernikahan dan bebas konflik. Namun, tentu akan ada perbedaan respon dan penyikapan jika kita telah memiliki bekal sebelumnya. Pernikahan yang harmonis bukanlah yang tanpa konflik, namun kesadaran akan dua insan untuk saling memperbaiki, saling menuntun dan menjadikan konflik yang datang sebagai perekat yang perlu dihadapi bersama dengan sekuat jiwa raga untuk menjadikan kehidupan pernikahan yang diharapkan.

Mari siapkan bekal kehidupan pernikahan (Marriage) yang jauh lebih panjang daripada sekedar mempersiapkan pesta pernikahan (Wedding).

2. Pain

Tahap kedua yaitu tentang pain. Sebuah pernikahan dibangun oleh dua insan yang memiliki banyak sekali perbedaan, beda pengalaman, beda cara belajar, beda pengasuhan, beda kebiasaan dan segudang perbedaan lainnya. Bayangkan ketika perbedaan-perbedaan tersebut disatukan dalam satu wadah maka potensi konflik yang terjadi sangatlah besar. Kebiasaan buruk kecil kita yang terlihat tidak mengganggu di awal dapat menjadi biang pemicu masalah di masa depan jika diri belum dapat memanajemen konflik dengan baik.

Setiap manusia pasti memiliki luka yang dibawa dari masa lalunya dan tidak semuanya memiliki kesempatan ataupun kemauan untuk menyembuhkan lukanya di kala masih berstatus belum punya pasangan. Akhirnya, ketika menikah terkuaklah semua luka yang selama ini disimpan, ditutup dengan rapi. Tantangannya mampukah kita belajar untuk menerima segala luka yang pernah ada dan saling membasuh luka pasangan?

Mari kita rawat luka diri dan pasangan dengan ilmu yang tepat supaya sembuh dan siap bertumbuh bersama, bukan dirawat untuk tetap bertumbuh. Bersyukurlah ketika datang berbagai hal diluar pikir dan harapan kita, maka disitulah tempat kita bertumbuh untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Bukankah misi yang tidak pernah selesai selama kita hidup adalah memperbaiki diri? Jangan takut melibatkan ahli jika luka yang dirasa tak lagi dalam jangkauan ilmu diri. Tak apa untuk meminta bantuan demi keselamatan dirimu dan keluargamu. Selamat dan semangat belajar ya.

3. Struggle

Segala perbedaan yang hadir terkadang membuat kita berpikir "Apa sebenarnya aku tidak cocok dengannya?" "Ah.. aku menyesal, sepertinya aku salah pilih pasangan" dan sekelumit keluhan lain yang lahir dari batin yang menjerit karena perasaan dan pikirannnya tidak dapat tersalurkan dengan baik, apalagi jika tidak sama dengan harapannya yang tinggi. Membaca bagian tahap struggle membuat Saya teringat sebuah nasihat begini "Menikah itu seharusnya menjadikan kita mempersiapkan diri untuk melepaskan bukan memiliki" maksudnya apa? Selama ini, kebanyakan dari kita memiliki mindset "Jika aku menikah denganmu, tandanya Aku memilikimu seutuhnya" akhirnya yang terjadi adalah keinginan untuk menuntut pasangan menjadi seperti yang kita inginkan, tanpa memperhatikan keinginan pasangan yang menginginkan kita begitu juga. Kita lupa bahwa seharusnya kita lebih banyak melepaskan, melepaskan ego diri perlahan, juga melepaskan kebebasan yang kita miliki sebelumnya.

Resep sebuah kekecewaan adalah berharap pada sesuatu yang tidak pasti juga perasaan memiliki pada sesuatu yang sebenarnya hanyalah titipan. Maka, untuk menjaga segaala apa yang dititipkan oleh Tuhan pada kita baik dalam bentuk materi maupun non-materi, harus kita jaga dengan sebaik-baiknya kemampuan yang kita miliki tanpa berharap titipan tersebut akan memberikan dampak yang sama dengan cara kita memperlakukannya.

4. Survive

Pada tahap survive kita akan disuguhkan beberapa halaman kosong yang tidak bertuliskan apapun kecuali subjudul dan nomor halaman. Saya kira ada salah cetak, namun ternyata ada maksud ditampilkannya halaman kosong. Ya! Pada tahap survive, terkadang kita tidak dapat mendeskripsikan dan menjelaskan sesuatu dna keadaan dengan  baik. Hanya yang mengalami yang dapat merasakan gejolaknya. Sehingga, masa ini patut kita jadikan masa untuk lebih banyak evaluasi dan introspeksi diri untuk menata ulang, merapihkan kembali juga membangun lagi bangunan rumah tangga yang mungkin telah berkarat, rapuh ataupun perlu ditambal untuk tetap dapat berdiri kokoh dan siap menjadi tempat bernaung kembali setelahnya.

5. Blesss

Pada tahap ini, kita akan diajak berdiskusi lebih dalam tentang tujuan pernikahan yang bukan saja hanya untuk mencapai bahagia di dunia namun bagaimana suka duka perjalanan sebuah pernikahan memapu mengantarkan kita pada sesuatu yang lebih menenangkan dan penuh berkah yaitu "Ridho Allah SWT".  Lelah, keluh, sedih, dan perasaan negatif lain yang hadir jika disikapi dengan baik akan mendatangkan berkah, namun jika disikapi dengan tidak baik, maka dapat menjadis sebuah musibah.

Bersyukur tidaklah mudah dikala banyak rasa negatif yang megumbar dan rasa positif yang menghambar. Namun, tidak salah untuk selalu mencoba bersyukur dalam setiap keadaan.

Jalanilah pernikahan dengan sabar dan syukur. Sabarmu mendekatkan pada pertolongan Allah, dan syukurmu menambah berkah karunia yang tak terkira.

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu (al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Yuunus: 57).

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. ath-Thalaaq: 2-3).

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya.” (Qs. ath-Thalaaq: 4).

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).

 

Sekian yang saya dapat revuew dari buku 5 Tahun Pertama Pernikahan, semoga kita saat ini atau kelak dapat menyikapi segala hal dengan bijak dengan ilmu yang telah dipelajari, dan tidak pernah berhenti menuntut ilmu untuk menghadapi kehidupan yang lebih menantang kedepannya.

Semoga bermanfaat!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar