Selasa, 16 April 2024

[[menyelami]] resume buku "Gentle Discipline" Mengajak anak bekerja sama dalam penerapan kedisplinan.



 Banyak orang bertanya apakah dengan sama sekali tidak pernah menghukum anak berarti kita memanjakan anak-anak dan membiarkan anak-anak mengintimidasi kita? Bukankah bila anak tidak dihukum, ia akan menjadi seenaknya, tidak mau patuh dan tidak punya rasa hormat?

Kenyataannya, meski disiplin yang berfokus pada hukuman dan motivasi membuahkan hasil perubahan perilaku yang cepat, namun nyatanya memiliki efek samping jangka panjang. Salah satunya, berefek pada harga diri anak.

Padahal, rendahnya harga diri seringkali menjadi akar dari banyak masalah perilaku anak.

Memahami mengapa dan bagaimana anak-anak berperilaku menjadi awal mula membangun kerja sama dengan anak.
Sehingga orang tua/Guru dan anak-anak menjadi sebuah tim bukan dua musuh yang saling melawan untuk melihat siapa yang bisa "menang".

Gentle Discipline Karya Sarah Ockwell-Smith memberikan wawasan tentang cara mendisiplinkan anak tanpa ancaman dan hukuman.

Ancaman dan hukuman biasanya dipakai dalam pola pengasuhan lama. Pola pengasuhan seperti ini mungkin berdampak cepat pada perubahan perilaku anak, namun ternyata metode ini juga membawa dampak negatif pada perilaku anak yang dapat menyebabkan anak berperilaku lebih buruk lagi.

Dalam buku ini, Sarah akan memandu kita sebagai orang dewasa dalam menghadapi anak-anak melalui cara menjalin kerja sama dengan anak. Menggunakan disiplin dengan cara lembut lebih efektif karena dapat menumbuhkan pola pikir anak yang berkembang (growth mindset).

Dalam buku ini juga diceritakan "Mengapa" suatu perilaku dapat terjadi "Bagaimana" kita melihat dari sudut pandang anak dan "apa" yang dapat kita lakukan untuk menghadapi perilaku tersebut.

Berikut ilustrasi ketika kita menghadapi suatu persoalan pada anak. Misalnya, menghadapi anak yang tidak suka menulis padahal sebentar lagi ia akan memasuki bangku sekolah.

Pada dasarnya, anak-anak menyukai kegiatan menulis baik itu menulis coretan maupun menulis dalam bentuk lainnya. Namun, bila ternyata pada  usia lima tahun anak kita tidak suka menulis, apakah ada alternatif lain supaya anak mau menulis? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita lakukan observasi kecil-kecilan ala Gentle Discipline yang mengantar kita pada tiga pertanyaan pokok, yakni:

Mengapa anak tidak suka menulis?
Bagaimana perasaan anak saat melihat atau berinteraksi dengan kegiatan tulis menulis?
Apa alternatif yang dapat diberikan untuk anak yang tidak suka menulis?.

Mari kita coba menguraikan pencarian jawaban terhadap pertanyaan pertama yaitu, “Mengapa anak tidak suka menulis?” Menurut pengalaman saya, anak tidak suka menulis di antaranya disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:

1. Pengalaman Awal yang Tidak Menyenangkan
Ada pepatah mengatakan "Kesan pertama adalah segalanya", begitu pun dengan pembelajaran yang dilakukan oleh anak. Kesan atau perasaan atas pengalaman yang anak rasakan saat pertama kali melakukan sesuatu sangat berpengaruh pada perilaku anak selanjutnya. Ayah dan Bunda, kita perlu memperhatikan cara kita saat mengajak atau membimbing anak menulis. Seringkali, cara mengajak yang tidak menyenangkan di awal kegiatan menulis membuat anak enggan menulis lagi. Dunia anak adalah dunia bermain, jadi ajaklah anak untuk belajar dengan cara bermain yang menyenangkan supaya mereka tertarik melakukannya berulang kali. Misalnya dengan memulai kegiatan pengenalan menulis menggunakan alat tulis berukuran besar dan warna-warni seperti krayon, spidol, dan lain sebagainya. Sesuaikan juga dengan tahapan menulis pada anak. Mulailah dengan menulis apa yang disukai oleh anak. Sesuatu yang dimulai dengan menyenangkan biasanya bikin ketagihan bukan?

2. Belum siap menulis
Kegiatan menulis pada anak biasanya terjadi secara alamiah. Dapat bermula pada apa yang mereka lihat, misalnya melihat Anda yang menulis, mereka akan menirunya sebagai salah satu bentuk bermain atau kepura-puraan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya tentang tahapan anak dalam menulis, pada usia lima tahun anak sudah dapat mulai menulis acak dan sudah dapat menulis satu kata, misalnya menulis nama panggilan mereka. Namun, hal tersebut tidak mutlak karena setiap anak memiliki tahapan perkembangan yang berbeda. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan apakah anak sudah siap untuk menulis atau belum. Kesiapan anak untuk menulis dapat dilihat dari kekuatan motorik halusnya. Anak dengan motorik halus yang baik, biasanya ditandai dengan kemampuannya memegang sesuatu dengan seimbang dan kuat. Jika belum siap menulis, disarankan anak melakukan kegiatan yang mampu melatih kekuatan motorik halusnya.

Dua hal di atas merupakan beberapa alasan pokok anak tidak suka menulis. Tentu, masih banyak alasan lain yang dapat menyebabkan anak tidak suka menulis. Namun, hal utama yang perlu diperhatikan adalah kesiapan dan ketertarikan anak dalam melakukan kegiatan menulis.

Selanjutnya, mari kita coba uraikan jawaban “Bagaimana perasaan anak saat melihat atau berinteraksi dengan kegiatan tulis menulis?”. Perasaan anak seringkali menjadi hal yang diabaikan, padahal perasaan anak sangat mempengaruhi perilaku mereka. Oleh karena itu, kita perlu mengenali perasaannya.

Saya akan membawa Anda menyelami perasaan mereka, persiapkan bekal empati untuk memulainya. Pertama, bayangkan Anda sedang memainkan game favorit, kemudian pasangan Anda menyuruh Anda untuk bergegas melakukan pekerjaan lain seperti memberi makan hewan peliharaan ataupun melakukan pekerjaan rumah. Apa yang Anda rasakan? Kesal bukan? Sama halnya dengan anak yang sedang melakukan kegiatan lain. Nah, refleksikan hal tersebut terjadi pada anak-anak. Dunia anak adalah bermain, sekali lagi bermain. Salah satu prinsip bermain adalah fleksibilitas memilih dan menyenangkan. Perasaan anak saat melakukan interaksi dengan kegiatan menulis, sangat memengaruhi persepsi anak. Perasaan yang baik dimulai dengan cara mengajak anak menulis di waktu yang tepat, yakni saat anak tidak sedang sibuk bermain mainan favoritnya. Dapat juga, ajakan kegiatan menulis dibuat selayaknya mengajak bermain. “Ayo main tulis tulis!” “Main corat coret yuk!” misalnya. Jadi, pastikan ajakan menulis bukan kegiatan yang memberatkan anak.

Lalu, “Apa alternatif yang dapat diberikan untuk anak yang tidak suka menulis?” Kegiatan menulis semestinya menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Namun, tidak sedikit pula anak yang tidak menyukai kegiatan tulis-menulis. Ayah dan Bunda tidak perlu khawatir jika anak tidak suka menulis, yang terpenting adalah kita tidak bosan memberikan stimulus kegiatan menulis dengan cara menyenangkan. Kegiatan menulis erat kaitannya dengan perkembangan motorik halus anak. Idealnya, sebelum kita mengarahkan pada kegiatan menulis formal, sebaiknya kita mempersiapkan terlebih dahulu kesanggupan anak untuk menulis.

Perilaku yang didasari oleh kebijakan ilmu, akan menghasilkan respon yang berbeda dan memberikan ruang untuk dapat berpikir sebelum mengambil tindakan yang terbaik. Semoga dengan terus berlatih, akan meningkatkan insting kita untuk dapat memberikan respon terbaik dalam membersamai tumbuh kembang anak, agar mereka menjadi manusia dewasa seutuhnya dan dapat mengekspresikan diri di jalan kebaikan.

Selamat Mencoba!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar