Selasa, 18 Juli 2023
Tutorial mudah menyengsarakan diri sendiri
Catatan sang Pendosa
Minggu, 16 Juli 2023
Berpuisi (MEMBIRU)
[[MEMBIRU]]
Luka yang lalu masih membiru,
Hendak protes pada waktuHanya berakhir semu
Syukur syukur syukur
Sabar sabar sabar
Obat terbaik
Ilmu tingkat tinggi
Perlu latihan tiap hari
Sabar syukur
Di setiap keadaan.
Usaha memang utama
Doa pelengkapnya
Jangan berhenti.
Tenang,
semua hanya sementara
Tak ada yang abadi.
Tetiba teringat kutipan dari buku Api Tauhid, karya Habiburrahman El Shirazy
Tidak ada yang layak dibenci kecuali 'Kebencian' itu sendiri
Dan tidak ada yang layak di cinta kecuali Cinta itu sendiri.
Jadi, bencilah kebencian, Cintailah Cinta. Jangan lupa Basmallah yang akan jadi pangkal kebaikan permulaan segala urusan.
Bismillah...
-ElKa-
Sabtu, 15 Juli 2023
Puisiku yang tak sampai kepadamu (edisi kumpulan puisi jaman alay yang belum terpublish)
Kasih Terselubung
Silam sudah rasa menepi
Menepis kisah yang menyepi
Menangkis rindu kala kemari
Jauh mata memandang
Teduh hati mengundang
Gundukan resah hilang
Bersamamu cemerlang
Mengintai lubuk terdalam hatimu
Menguntai kalimat dalam hatiku
Adakah Aku dalam pikiranmu?
Bisakah ku warnai harimu?
Layakkah cerita kita bertemu
Layakkah kasih kita berpadu
Layakkah kisah ini jadi satu?
Meski perasaanku terselubung
Kuharap doaku dapat terhubung
Dariku bungsu, padamu hai sulung.
Rehat Sejenak
Tumpah ruah keluh tak tertahankan
Menyapu ruam singgah berhalaman
Menyapa runyam tanpa pengalaman
Menyerah ruas tanpa berpegangan
Menyadarkan sendi pilu berbenturan
Tubuhku penuh sesak teramat
Bagai terikat teluh keramat
Perih panas memenuhi dada
Bagai tersengat terik sang surya
Melihatmu dengannya, perih menerpa
Tegamu tak pernah kudamba
Kau yang selalu bersama
Kini tak lagi pernah bersua
Luka hinggap bersejajar senja
Memadamkan fajar tak lagi indah
Ikhlas kini masih dalam helaan
Memahami pedih tak tertahan
Pikirku runtuh dirundung perasaan
Kau benar wahai tuan
Cinta tanpa iman
Hanya serpihan
Tersapu harap hampa
Terbuai rayuan nestapa
Tersingkir dusta belaka
Menghilang tertiup kenang
Menyayat setipis benang
Benang tanpa kain tertenun darinya
Membuahkan luka
Menghambakan hampa…
Sahabat Terkasih
Gema tawa kita begitu renyah
Tentu hanya kita yang paham artinya
Tipis humormu, juga humorku
Menyatu dalam talian komedi lucu
Tawa kita begitu seru
Pun tangis kita begitu sendu
Percakapan mata yang menyentuh hati
Memberi ruang energi terbarui
Kau dan aku yang saling berkabar
Penghabisan waktu yang terus berputar
Sedih tawamu yang menular
Mengisi sudut rasa terantar
Meski banyak rasaku terlantar
Tak ku asuh bagai tak berperasaan
Tak ku aku, cukup persahabatan
Sahabat terkasihku…
Saat pergi bersamamu, aku suka
Saat bertukar cerita, aku suka
Saat kau teduhkan rasaku, aku suka
Saat kau terangkan gelapku, aku suka
Saat kau menatapku, aku jatuh
Apakah kamu juga?
Pertanyaan pilu yang selalu tak mampu
Tak mampu kutanyakan padamu
Hanya menerka rasa yang kau tuangkan
Menerjemah indah pada kalam kenangan
Tak mengapa balasan rasa hanya hayalan
Tak mengapa bila kau tak rasakan
Tak mengapa bila hanya prasangkaan
Tak mengapa, kukubur rasaku padamu
Demi melihatmu bahagia atas pilihanmu
Tak Mengapa sahabatku
Aku takkan menunggu
Bila sudah waktuku
Kan kutemukan layaknya dirimu
Selamat atas pilihanmu
Semoga bahagia selalu!
Simpanan Rindu
Lantunan doa yang mengudara
Alunan harap yang mengembara
Tercuat mesra merayu semesta
Tanpa tercampur aroma dusta
Tersapa kalbu yang temaram
Menggeliat tenang seteduh malam
Menderap maju harap berpangkuan
Menyusup hening dalam dambaan
Menyusun rindu berkepanjangan
Menguak rasa takut kehilangan
Kepingan rindu kupungut satu persatu
Menguntai kasih yang tak kunjung berpadu
Wahai kau muara simpanan rindu
Mutiara kasihku tertuju padamu
Jauh kau berkelana tak mengapa
Asalkan kelak bersama
Memecah simpanan rindu
Cinta kasih yang akan berpadu
Dalam izin Tuhan yang satu
Salam rinduku padamu
Tuanku
Es Krim Waktu Itu
Detik waktu yang menderu
Mengabarkan sesuatu
Ku buka mantel tebalku
Kugantungkan pada tiang harapan
Ku pakai kaus tipisku
Berharap gerah ini segera berlalu
Teng…teng..teng..teng
Suara apa itu?
Ah pedagang es krim tiap minggu
Datang kembali tanpa bertemu
Terbayang satu ingat dalam kalbu
Senyum tersimpul tersapu malu
Menemukanmu di kala rindu
Mengapa masih saja ku takut
Takut akan menyapamu
Tak berdaya berkata
“Mas, es krimnya satu”
Hanya karena dirimu pun ada disitu
Ingatkah kau es krim waktu itu?
Deskripsi tepat untukmu
Dingin yang mempesonaku
Terpengaruh lelehan tatapanmu
Terperdaya senyum manismu
Duhai es krim waktu itu
Meski tak mampu ku nyatakan
Senyum ini akan ku simpan
Hingga waktunya bersamaan
Kau dan aku bergandengan
Menonton Permainan Tradisional Malam Hari di Rumah Nenek
Rumah nenek merupakan salah satu destinasi yang sering dijadikan anak-anak untuk meghabiskan liburan sekolah. Rumahnya yang sederhana, dengan halaman luas di depannya serta jauh dari gedung-gedung kota membuatku terkadang merindukannya.
Sekarang, memoriku berputar pada kejadian saat diriku kelas 5 SD dahulu.
Liburan semester sekolah, membuatku ingin menginap di rumah nenek, karena disana aku dapat bermain sepuasnya di halaman yang luas juga bereksplorasi di kebun tetangga yang banyak pohon buahnya.
Sebagai anak yang baik, aku meminta izin terlebih dahulu pada ibuku untuk pergi ke rumah nenek bersama kakak perempuanku, ku memanggilnya Nunung. Ibuku mengizinkan kami karena jarak rumah nenek tidak terlalu jauh, hanya perlu naik satu kali angkot, lalu sisanya berjalan kaki sejauh 1,2 km.
Singkat cerita, sampailah Nunung dan Aku di rumah nenek atau kupanggil dengan sebutan "Mide" pada pukul 9 pagi di hari sabtu. Pada saat disana, tidak kujumpai bang Toyib, dia adalah kakak laki-lakiku yang memang tinggal disini. Kata Mide, bang Toyib sudah berangkat pagi-pagi ke tempat kerjanya. Tentu bukan masalah, karena aku sedang tidak mencari bang toyib, melainkan sepupu bernama Liza untuk bermain bersamaku.
Sedangkan Nunung, asik membantu Mide yang sedang menggoreng kerupuk untuk selanjutnya dibungkus lalu dijual ke warung.
Tak terasa, waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB, hari sudah mulai sore. Panggilan "Heyy.. wis sore, gagean pada adus dikit, delat maning ngaji" (Heyy.. sudah sore, cepatlah segera mandi, sebentar lagi waktunya ngaji) oleh para Ibu kepada anak-anaknya mulai terdengar, tak terkecuali kepada Liza dan Aku.
Akupun menyambut panggilan itu dengan langsung berhambur lari ke rumah Mide, dan Liza kembali ke rumahnya yang berjarak 3 rumah saja dari rumah Mide.
Jujur saja, aku sangat menyukai suasana menjelang maghrib dan waktu malam di rumah nenek. Di malam hari, aku dapat mendengar nyanyian alam seperti suara jangkrik, tongeret, dan lain-lain yang mulai bermunculan sejak matahari tenggelam.
Agenda sore anak-anak adalah mandi lalu pergi ke masjid untuk shalat dan mengaji. Namun, karena aku bukan warga asli situ, selama sore menjelang maghrib aku hanya berdiam diri di rumah sambil sesekali melihat dari balik jendela hilir mudik anak-anak dan orang tua menuju masjid.
Sayup-sayup suara Adzan mulai menggema, menambah khidmat senja di kala itu. Waktupun beranjak menuju Isya, Aku mulai bosan memperhatikan jendela ruang tamu dan memutuskan bergabung ke ruang tengah ikut membantu Mide dan Nunung membungkusi kerupuk satu demi satu sambil mendengar petuah dan cerita mide kepada cucunya.
Pukul 9 malam, suasana rumah makin sunyi sepi, ditambah bang Toyib yang belum pulang sejak sore tadi. Kata mide, bang toyib ada lemburan jadi pulang jam 1 malam. Setelah makan malam, Nunung dan Aku menuju kamar tidur dekat dengan halaman luas dengan beberapa pemandangan rumah tetangga, Hordeng mulai ditutup dan aku pun mulai menutup mata untuk tidur. zzzZZZ
Saat mulai tertidur, sayup-sayup suara anak kecil yang sedang berlarian di luar rumah terdengar sangat jelas di telinga, hingga aku pun terbangun dan membuka jendela, untuk menjawab rasa penasaran dengan apa yang kudengar barusan.
Aku menghela napas lega. Pantas saja ramai, dari balik jendela kamarku, Aku melihat banyak anak-anak keluar rumah untuk bermain di halaman dan orang tua yang mengobrol di teras, serta pedagang yang memanggul jajanan. "Wah.. pantas saja ramai, anak-anak lagi main" sahutku dalam hati yang masih dalam keadaan setengah sadar.
Kemudian, kubangunkan Nunung agar mau mengajakku keluar rumah dan bergabung dengan mereka.
Bermain malam-malam? Pasti seru! pikirku. Nunung terbangun, namun dia tidak berminat keluar rumah, dia lalu menyuruhku untuk tetap dikamar dan lihat dari jendela saja.
Aku menggerutu, "Kita kesini kan buat liburan, masa' engga mau diajak seru2an" Kilahku. Nunung pun hanya ikut menyaksikan sebentar dari jendela lalu tidur lagi.
"TOK…TOK..TOK…" Tiba-tiba suara pintu berbunyi.
Wah.. Ini pasti Bang Toyib pulang, akhirnya ada yang bisa ku ajak untuk ikut main keluar, seruku dalam hati.
"Assalamualaikum…"
Suara salam memperjelas yang mengetuk pintu adalah bang Toyib,
Aku pun berlari menuju ruang tamu lalu membuka pintu sambil menjawab salam.
Aku menyalami bang Toyib yang baru pulang dari kerjanya.
Tapi tunggu! Ada yang berbeda, pandanganku pun meraba dan menyapu halaman luas yang ada di depan mataku, karena pintu ruang tamu arahnya sejajar dengan halaman yang tadi kulihat dari balik jendela.
Aku terdiam.
"Cari apa?" tanya bang Toyib padaku. Buru-buru aku menutup pintu, tidak menjawab bang Toyib dan kembali tidur di samping Nunung.
~Keesokan Hari~
Liza mengantar sarapan kami di pagi ini, hari Minggu.
Belum sempat Liza menaruh makanan di meja, Aku langsung menanyainya banyak hal, karena tidak terima saat malam hari dia tidak mengajakku main seperti anak lainnya.
"Liza… waktu malam kok aku engga di ajak main sih! Sampe semua selesai masuk rumah, kamu gak ngajak main!"
"Hah? Apaan sih?" jawab Liza dengan muka sinis.
"Tadi malem aku tidur, terus bangun liat anak-anak rame pada main sampe ada pedagang segala" nada sewot
"Orang aku gak main semalem!" sergahnya.
Bibiku yang mendengar keributan kami segera datang,
"Kenapa ini pagi-pagi sudah berantem?"
"Itu Bi.. Liza curang, semalem main kok gak ajak Aku, kan Aku kesel!" aku mengadu,
"Lah.. lah… emangnya siapa yang main malem-malem?"
"Ya.. anak-anak sini lah"
"Kamu tuh kayak engga tau aja, anak-anak disini udah masuk rumah sejak maghrib, engga ada itu main malem-malem, ngarang"
"Lah… masa? Jadi yang kuliat tadi malem siapa dong?"
"Ya gak tau, sendakala mungkin" Jawab Bibiku dengan entengnya.
Lah… Pantas saja, saat membukakan pintu untuk bang Toyib aku merasakan dingin yang berbeda, juga halaman luas yang kosong. Saat itu Aku hanya berpikir permainan sudah berakhir, tapi ternyata nihil.
Sampai hari ini pertanyaannya masih sama, Jadi pemandangan yang kulihat, dan suara yang kudengar waktu itu apa ya?
Jumat, 14 Juli 2023
Merenungi Perkataan Hakim dalam Persidangan Haris-Fathia yang dianggap Seksis dan Misoginis dari sudut pandang mental health survivor.
Persidangan Haris-Fathia mengandung momen riuh dalam prosesnya. Mengutip berita dari idntimes, semua berawal dari Hakim di sidang tersebut yang meminta agar salah satu kuasa hukum bersuara lebih keras di persidangan. "Saudara jelas pertanyaannya, Saudara pakai mic lho, yang jelas! Suaranya kan seperti perempuan gitu lho, tolong keras sedikit," ujar Hakim (6/8/2023). Rupanya,kalimat yang dilontarkan tersebut diduga bernada seksis. Pernyataan itu menuai protes dan mendapat sorakan dari pengunjung sidang yang hadir.
"Saya keberatan jika majelis mengatakan demikian, mohon dicabut tidak mengatakan suara seperti perempuan," kata salah satu kuasa hukum terdakwa Haris dan Fatia. Haris Azhar juga langsung berdiri dan merespons perkataan tersebut. "Jangan gunakan perempuan untuk menggambarkan sesuatu yang lemah" kata Haris.
Potongan video yang beredar di sosmed mengabadikan momen saat hakim diduga melontarkan pernyataan yang diduga seksis dan misoginis, dalam video tersebut kita dapat mendengar sorakan pengunjung sidang yang tidak terima terhadap pernyataan hakim. Kurang lebih kata-kata seperti ini “Anda jangan merendahkan perempuan, saya perempuan, ibu kita semua perempuan”, bukan hanya dalam video. Pada kolom komentar pun, netizen menyayangkan sikap hakim yang berkata seperti itu dengan komentar kurang lebih seperti ini,
“Kenapa sih?”, “Gak tau aja suara emak2 kalo manggil anaknya, bisa kedengeran satu erte”, “Apa sih menyamakan suara kecil dengan perempuan!!” dan lain sebagainya.
Saya tersenyum saat membaca komentar pada postingan tersebut, yang banyak diisi oleh perempuan dengan nada berapi-api (dilihat dari tanda baca dan emotikonnya yang banyak menggunakan tanda seru dan api).
Sebagian komentar mempertanyakan mengapa suara kecil disamakan dengan sifat perempuan yang lemah? Ataupun menunjukkan ilustrasi kejadian tentang suara perempuan yang keras hingga dapat terdengar satu erte.
Baik, izinkan saya menuliskan hasil perenungan dan respon saya sebagai perempuan terhadap lontaran kata yang dianggap seksis dan misoginis. Tentu, pendapat saya ini diluar kasus dan latar belakang dari semua yang terlibat di persidangan. Saya hanya ingin mengajak teman-teman perempuan saya merenung bersama tentang seksis dan misoginis.
Menurut berbagai sumber, seksisme adalah diskriminasi berdasarkan gender atau pemikiran yang percaya bahwa suatu gender itu lebih superior dibandingkan gender lainnya (utamanya biasa dialami perempuan). Sedangkan, misogini adalah bentuk diskriminasi terhadap gender perempuan yang melibatkan kebencian.
Saya sangat tertarik untuk menguliti dua ungkapan, yang pertama ungkapan hakim tentang “Saudara jelas pertanyaannya, Saudara pakai mic lho, yang jelas! Suaranya kan seperti perempuan gitu lho, tolong keras sedikit” dan ungkapan "Jangan gunakan perempuan untuk menggambarkan sesuatu yang lemah".
Saat saya dulu masih menjadi simpatisan gerakan feminis, tentu saja kuping saya panas jika mendengar ungkapan-ungkapan yang seperti merendahkan perempuan. Jika saya ada dalam diri saya beberapa tahun lalu, saya pun akan bertanya mengapa suara perempuan digambarkan sebagai sesuatu yang lemah yang pantas ditindas dan tidak didengar suaranya. Sungguh menyesakkan perasaan saya sebagai perempuan.
Namun, respon saya sekarang berbeda setelah saya mendalami bidang kesehatan mental dan juga beberapa Teknik terapi penyembuhan luka psikis yang aplikasikan untuk diri saya sendiri. Saya menyadari betul bahwa besar kemungkinan pertanyaan-pertanyaan kenapa di atas berasal dari luka hati saya sendiri yang belum sembuh terutama luka karena kecewa terhadap sosok laki-laki entah itu yang berstatus keluarga maupun non-keluarga.
Mari saya ajak dalam percakapan dengan diri saya sendiri yang menyertakan perbedaan sudut pandang antara diri saya yang dulu dan yang sekarang. Berikut percakapannya:
“Hakim bilang suaranya kurang keras kayak perempuan, lalu direspon dengan “Jangan gunakan perempuan untuk menggambarkan sesuatu yang lemah!” Iya, kenapa sih perempuan seringkali digambarkan sebagai pihak yang lemah?”
“Sebenarnya, tidak ada masalah apa-apa dengan perempuan dan kata lemah, adapun keterkaitan suara yang kecil (tidak terdengar) dianggap sebagai kata yang diskriminatif terhadap perempuan, ini hanyalah persoal persepsi dari diri kita sendiri. Jadi, bukan kenapanya, tapi ada apa dalam diri saya, kok dibilang lemah aja sewot? Apa jangan-jangan ternyata ada luka terhadap laik-laki yang belum sembuh? Ataukah kita sebutuh itu akan validasi tentang kuatnya perempuan?”
“Kan saya tanyanya kenapa, mbok ya dijawab karena… gitu lhoo..emangnya kenapa kalo suara kurang keras dibilang kayak perempuan? Emangnya perempuan harus selalu lemah?”
“Gini… gini… Hemat saya, jawabannya adalah sesimpel: Karena perempuan itu engga mau dibilang lemah dan merasa kuat atau bahkan lebih kuat dari laki-laki. Padahal jika memang kuat, sebenarnya kita juga kuat terhadap perkataan apapun, tidak perlu memikirkan atau memasukan kata-kata tersebut ke dalam hati. Toh, seribu kata lemah yang disematkan pada perempuan tidak akan ada yang bisa mengubah satu kenyataan bahwa perempuan memiliki kekuatan lebih untuk dapat melahirkan bayi manusia ke dunia ini yang menandakan perempuan adalah makhluk yang kuat. Pun jika perempuan merasa lebih kuat, maka ini termasuk dalam seksisme terhadap laki-laki, hayo lo? Bingung kan hihi ”
“Tapi emang suara perempuan itu lemah?”
“Hmmm.. mungkin bukan lemah dalam arti sebenarnya, maksudnya dalam suara biasanya sosok perempuan memang lemah lembut bukan? Bukan lemah loh ya alias gak punya kekuatan. Justru salah satu kelebihan perempuan ada pada sifat kelemah-lembutannya dan itulah kekuatan dari perempuan. Kebayang gak kalo di rumah kita ada ibu yang setiap harinya pasang muka sangar tanpa senyum, bersuara keras dan suka berteriak. Akankah hidup kita tenang? Akankah kita punya tempat teraman dan ternyaman saat terkena badai kehidupan di luar rumah?”
“Tapi kan engga semua ibu lemah lembut, bahkan ada yang kasar dan garang”
“Nah, itu lain lagi, sepengalamanku menjadi asisten terapis luka psikis biasanya ibu atau perempuan yang seperti itu memiliki luka masa lalu yang belum selesai, karena by defaultnya perempuan memanglah lemah-lembut”
“Berarti kalau perempuan lemah lembut by default, apakah laki-laki keras dan garang by default?”
“Bukan pulak berarti kasar dan garang bisa disematkan pada laki-laki, ini bab lain lagi pembahasannya. Kita kan lagi bahas bab perempuan. Tapi kalau mau singkatnya, ya tentu saja mau laki-laki atau perempuan pada dasarnya baik dan kepribadian dan karakter garang dan sebagainya bukan by default, banyak faktor penyebab dari terbentuknya suatu karakter pada manusia”
“Hmm.. Kamu sekarang kenapa jadi engga benci sama pernyataan yang seksis, bukannya dulu kamu benci sekali dengan kata-kata yang seksis dan juga perilaku misoginis?”
“Iya, itu dulu. Saat aku bermental korban karena selama belasan tahun menjadi korban pelecehan. Dan saat ini, setelah melewati berbagai terapi untuk memaafkan dan berdamai dengan luka masa lalu, perasaan benci itu pun luntur dan itu lebih menenangkan sudut pandangku dalam memandang sesuatu. Bisa dibilang, logikaku lebih jalan ketimbang hanya mengdalkan sisi emosionalku saja”
“Lalu, apa pesanmu padaku?”
Pesanku padamu adalah jika terlihat ada yang salah dengan dunia. Langkah pertama bukanlah menyalahkan keadaan dan lingkungan, namun terima dulu apa adanya, tenangkan dirimu, barulah kamu bisa merespon keadaan dengan lebih bijak. Jangan sampai lukamu diatas masa lalu membuatmu buta akan indahnya masa depan yang masih bisa ditata. Meski kamu korban di masa lalu, di masa ini kamu punya kendali atas dirimu. Berhentilah merasa direndahkan, dijatuhkan, ingin dijunjung, ingin dimengerti. Mulailah, memahami dirimu agar tak lagi meminta validasi dari lainnya. Kamu boleh jadi korban tapi jangan pelihara mental korban. Kamu itu cukup.
Ingat selalu ini, ketika kita mendengar perkataan yang melukai hati, maka interopeksilah diri mungkin saja ada luka dari masa lalu yang belum kita damaikan saat ini, ataupun mungkin saja ada kekosongan figur ayah yang belum terisi dalam jiwa ini, sehingga memunculkan sikap sensi dan kurang percaya diri sampai haus akan validasi.
Sekian saja renunganku hari ini, jika ada yang pas semoga mengisi kekosonganmu, pun bila tidak pas semoga tidak membuat kupingmu panas.
Salam sehat lahir batin hehehe